PERTEMUAN 1
A.
Dasar Hukum Keuangan Negara
Selain itu landasan keuangan Negara ada pada
Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan keuangan Negara pasal 23A-23E.
Adapun Undang-Undang lainnya yang berkaitan dengan keuangan Negara adalah
Undang-Undang no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang no. 1
tahun 2004 tentang pembendaharan Negara, Undang-Undang no. 3 tahun 2004 tentang
Bank Indonesia, dan peraturan lainnya. Kedudukan hukum keuangan Negara berada
pada tataran hukum publik karena bertujuan untuk kepentingan Negara, namun
bukan berarti tidak bersinggungan dengan hukum privat.
B.
Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
Pengertian Keuangan Negara dari pandangan Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang
dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala kekayaan
Negara dan segala hak dan kewajiban. Dalam arti sempit hak dan kewajiban Negara
hanya dapat dinilai dengan uang. Sementara dalam arti luas, hak dan kewajiban Negara
yang dapat dinilai dengan uang dan barang yang tidak tercakup dalam keuangan
Negara.
Menurut Van Der Kamp, Keuangan Negara adalah semua hak
yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang
atau barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan hak-hak
tersebut. Menurut M. Ichwan, Keuangan negara adalah rencana kegiatan secara
kuantitatif (dengan angka-angka diantaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang),
yang akan dijalankan untuk masa mendatang lazimnya atu tahun mendatang.
Ruang lingkup keuangan Negara dalam pasal 2 huruf g
Undang-Undang Keuangan Negara yaitu tentang Hak Negara dalam memungut pajak,
mengeluarkan dan mengedarkan uang, melakukan pinjaman. Sedangkan kewajiban
Negara meliputi menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan Negara serta
membayar tagihan pihak ketiga. Sumber keuangan Negara meliputi pajak Negara
(pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan
atas barang mewah, dan bea materai), bea dan cukai (bea masuk, cukai gula,
cukai tembakau), penerimaan Negara bukan pajak (penerimaan yang bersumber dari
pengelolaan dana pemerintah).
C.
APBN
Pengertian anggaran (budget) secara umum ialah suatu
daftar atau pernyataan yang terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran
negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yaitu satu tahun. Anggaran
penerimaan dan pengeluaran ndgara kita dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau disingkat
APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara Indonesia yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
APBN dalam
UUD 1945 (Pasal 23)
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undan-gundang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
***)
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah
menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.***)
D.
Siklus Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan keuangan negara mengikuti ketentuan dalam
paket undang-undang di bidang Keuangan Negara. Siklus pengelolaan keuangan
negara tidak terlepas dengan fungsi-fungsi manajemen yang dikenal selama ini.
Dalam suatu organisasi, pada dasarnya manajemen dapat diartikan suatu proses
yang melibatkan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai
tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia
atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan
pengawasan (controlling). Begitupula dalam pengelolaan keuangan negara, fungsi
manajemen tersebut diwujudkan dalam siklus pengelolaan keuangan negara yang
terdiri dari: perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran/perbendaharaan,
akuntansi, pemeriksaan dan pertanggungjawaban.
1.
Perencanaan
Untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan
efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan Perencanaan Pembangunan
Nasional serta keseragaman peraturan yang berlaku guna tercapainya tujuan
bernegara dan menghindarkan dari ketimpangan antar wilayah. Ketentuan mengenai
sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mencakup penyelenggaraan
perencanaan makro atau perencanaan yang berada pada tataran kebijakan nasional
atas semua fungsi pemerintahan dan meliputi semua bidang kehidupan secara
terpadu dalam Wilayah Negara Republik Indonesia diatur dalam UU No. 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana
pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan Daerah dengan
melibatkan masyarakat, yang mana antara lain bertujuan untuk: mendukung
koordinasi antarpelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar ruang, antar waktu, antar
fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; Menjamin keterkaitan dan
konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan Menjamin tercapainya penggunaan
sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam UU No. 25 Tahun
2004 didefenisikan bahwa Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumber daya yang tersedia. Setidaknya terdapat dua arahan yang tercakup dalam
sistem perencanaan pembangunan nasional, yaitu:
Arahan dan
bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan bernegara seperti
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan dalam rencana
pembangunan nasional sebagai penjabaran langkah-langkah untuk mencapai
masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas dan berkeadilan dan dituangkan
dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik, sosial, ekonomi, budaya, serta
pertahanan dan keamanan.
Arahan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsinya
untuk mencapai tujuan pembangunan nasional baik melalui intervensi langsung
maupun melalui pengaturan masyarakat/pasar, yang mana mencakup landasan hukum
di bidang perencanaan pembangunan baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
Selain dua arahan yang tercakup dalam sistem
perencanaan pembangunan nasional diatas, pada pasal 8 UU No. 25 Tahun 2004 juga
dijelaskan empat tahapan perencanaan pembangunan, yang terdiri dari penyusunan
rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan rencana, dan evaluasi
pelaksanaan rencana.
Keempat tahapan tersebut harus diselenggarakan secara
sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan,
sehingga dapat membentuk suatu siklus perencanaan pembangunan nasional yang
utuh.
2.
Penganggaran
Penganggaran merupakan suatu proses yang tidak
terpisahkan dalam perencanaan. Penganggaran dalam sistem pengelolaan keuangan
negara tergambarkan pada penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Adapun fungsi anggaran, baik
APBN maupun APBD yaitu sebagai berikut:
a.
Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran
pemerintah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun
yang bersangkutan.
b.
Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa
anggaran pemerintah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan.
c.
Fungsi pengawasan, mengandung arti bahwa
anggaran pemerintah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan negara telah sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
d.
Fungsi alokasi, mengandung arti bahwa anggaran
pemerintah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber
daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian.
e.
Fungsi distribusi, mengandung arti bahwa
kebijakan anggaran pemerintah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
f.
Fungsi stabilitasasi, mengandung arti bahwa
anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.
Tahap
perencanaan pada pemerintah pusat dikoordinir oleh Bappenas sedangkan pada
pemerintah daerah dikoordinir oleh satuan kerja perencanaan daerah. Tahap
penganggaran dipimpin oleh Kementerian Keuangan pada Pemerintah Pusat,
sedangkan pada pemerintah daerah dikelola oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD). Setiap tahun, penyusunan APBN/APBD dimulai dari penyusunan RKP dengan
menyiapkan rancangan kebijakan umum, program indikatif, dan pagu indikatif. Rancangan
RKP/RKPD ini selanjutnya disampaikan ke DPR/DPRD untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan. Setelah disepakati bersama dengan DPR/DPRD, maka
kebijakan umum anggaran, program prioritas dan plafon anggaran sementara, akan
menjadi dasar bagi Kementrian/Lembaga/SKPD untuk menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA). RKA ini selanjutnya digunakan untuk menyusun Rancangan
APBN/RAPB yang wajib disampaikan ke DPR/DPRD untuk dibahas dan diperbaiki
sebelum disetujui untuk ditetapkan menjadi APBN/APBD.
DPR/DPRD dapat
mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran
dalam Rancangan APBN/APBD. Proses pengesahan Rancangan APBN dilakukan setelah
ada persetujuan oleh DPR, sedangkan pada pengesahan Rancangan APBD ada tambahan
proses evaluasi. Evaluasi atas RAPBD yang telah disetujui oleh DPRD dilakukan
oleh gubernur untuk RAPBD kabupaten/kota dan Mendagri untuk RAPBD provinsi.
Proses evaluasi tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan umum,
menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya.
PERTEMUAN 2
A.
Pengertian dan Istilah Hukum Keuangan Negara dalam
Undang-Undang
1.
Didalam pasal 1 UU NO 17 TAHUN 2003:
a.
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
b.
Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau
pemerintah daerah.
c.
Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut
DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar 1945.
d.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
e.
Perusahaan Negara adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
f.
Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
g.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,
selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
h.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
i.
Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas
negara.
j.
Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari
kas negara.
k.
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas
daerah.
l.
Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari
kas daerah.
m.
Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat
yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
n.
Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat
yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
o.
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah
yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
p.
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
q.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya
2.
Didalam pasal 2 UU NO 17 TAHUN 2003
Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 1, meliputi :
a.
hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan
dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b.
kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas
layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c.
Penerimaan Negara;
d.
Pengeluaran Negara;
e.
Penerimaan Daerah;
f.
Pengeluaran Daerah;
g.
kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola
sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang,
serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
h.
kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh
pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan
umum;
i.
kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan
fasilitas yang diberikan pemerintah
B.
Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara
3.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
4.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional
PERTEMUAN 3
A.
Hukum Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan dan Tujuan
Bernegara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 (UU No. 17 Tahun 2003) tentang Keuangan Negara
mengatur kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara.
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
terdapat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial …”.
Dari rumusan tersebut, tersirat adanya tujuan
nasional/Negara yang ingin dicapai sekaligus merupakan tugas yang harus
dilaksanakan oleh Negara, yaitu:
1.
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia;
2.
Memajukan kesejahteraan umum;
3.
Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4.
Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
B.
Fungsi Presiden sebagai Pemegang Kekuasaan atas
Pengelolaan Keuangan Negara
1.
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan. (Pengertian Kekuasaan Pemerintahan adalah sebagaimana tertuang
dalam: (i) pasal 4 ayat 1 UUD 1945: “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar”[kewenangan atributif] dan (ii) pasal 5 ayat 2 UUD 1945
yakni “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang
sebagaimana mestinya” dan pasal-pasal tentang “Kementerian Negara, Pemerintahan
Daerah”); [hal ini bermakna Presiden selaku pemegang kekuasaan Pemerintahan,
maka berkewajiban menjalankan Undang-undang].
2.
Presiden secara otomatis karena perannya dalam
Pemerintahan yang bila dikaitkan dengan Keuangan Negara haruslah sebagai
“penguasa” atas Keuangan Negara tersebut, karena HAL KEUANGAN (pasal 23 UUD
1945) dipergunakan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Dasar disatu sisi dan
keharusan seorang Presiden sebagai kepala pemerintahan yang mendapat tugas
untuk melaksanakan hal tersebut.
C.
Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara.
1.
Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara
digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.
2.
Tujuan bernegara tertuang dalam Pembukaan UUD
1945 :”………. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa…..”
3.
Tujuan Negara (tujuan bernegara) yang tercermin
dalam pembukaan UUD 1945 tersebut yakni “melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa” diperlukan adanya biaya atau dana yang memadai,
karena wujud “perlindungan bangsa” tersebut bisa berupa peningkatan anggaran
“Hankam” maupun “Kepolisian”; begitu juga wujud “mencerdaskan kehidupan bangsa”
dapat berupa peningkatan anggaran “pendidikan” dsb.
4.
Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan
untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam ayat (diatas) setiap
tahun disusun APBN dan APBD.
D.
Kekuasaan Pengelolaan Fiskal
Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah. Kekuasaan tersebut meliputi
kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk
membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan
tersebut dikuasakan kepada:
1.
Menteri Keuangan selaku Pengelolaan Fiskal dan
Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
2.
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
3.
Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala
pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah
daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan;
4.
Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter,
yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan
undang-undang.
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang
keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah
Republik Indonesia, sementara setiap Menteri/Pimpinan Lembaga pada hakekatnya
adalah Chief Operational Officer (COO)
untuk suatu bidang tertentu pemerintahan.
Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar
terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya
mekanisme cheks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan
profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Kewenangan pengelolaan Keuangan Negara sebagaimana
dimaksud meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat
khusus.
Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah,
kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain
penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman
penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan,
serta pedoman pengelolaan penerimaan negara.
Kewenangan yang bersifat khusus meliputi
keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain
keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN,
keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.
Menteri Keuangan, dalam rangka pelaksanaan kekuasaan
atas pengelolaan fiskal, mempunyai tugas sebagai berikut:
1.
Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi
makro;
2.
Menyusun rencana APBN dan rancangan perubahan
APBN;
3.
Mengesyahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
4.
Melakukan perjanjian internasional di bidang
keuangan;
5.
Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang
telah ditetapkan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;
6.
Melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
7.
Menyusun laporan keuangan yang merupakan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
8.
Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang
pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.
Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna
barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai
berikut:
1.
Menyusun rancangan anggaran kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya;
2.
Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
3.
Melaksanakan anggaran kementerian negara/lembaga
yang dipimpinnya;
4.
Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan
pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;
5.
Mengelola utang dan piutang negara yang menjadi
tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
6.
Mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
7.
Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya melaksanakan tugas-tugas lain yang
menjadi tanggung jawab berdasarkan ketentuan undang-undang;
8.
Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi
tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.
E.
Pengertian Kekuasaan atas
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara oleh Presiden sebagian
diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah
untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
PERTEMUAN 4
A.
Dasar Hukum Perencanaan Nasional
Peraturan Perundang-undangan di dalam Perencanaan dan Penganggaran:
1.
Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara;
2.
Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN);
3.
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah;
4.
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;
B.
Definisi dan Ruang Lingkup Perencanaan Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah (1) satu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan; (2) untuk menghasilkan
rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan;
(3) yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat
pusat dan daerah.
Proses Perencanaan:
1.
Pendekatan Politik: Pemilihan Presiden/Kepala
Daerah menghasilkan rencana pembangunan hasil proses politik (public choice
theory of planning), khususnya penjabaran Visi dan Misi dalam RPJM/D.
2.
Proses Teknokratik: menggunakan metode dan
kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional
bertugas untuk itu.
3.
Partisipatif: dilaksanakan dengan melibatkan
seluruh stakeholders, antara lain melalui Musrenbang.
4.
Proses top-down dan bottom-up: dilaksanakan
menurut jenjang pemerintahan.
Ruang Lingkup Perencanaan (UU25/2004):
1.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJP-Nasional)
2.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJM-Nasional)
3.
Renstra Kementerian / Lembaga (Renstra KL)
Peraturan Pimpinan KL
4.
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Per Pres
5.
Rencana Kerja Kementerian / Lembaga (Renja KL)
Peraturan Pimpinan KL
C.
Siklus Perencanaan Nasional
1.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (disingkat RPJP
Nasional), adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20
(dua puluh) tahun. RPJP Nasional untuk tahun 2005 sampai dengan 2025 diatur
dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007. Pelaksanaan RPJP Nasional 2005-2025
terbagi dalam tahap-tahap perencanaan pembangunan dalam periodisasi perencanaan
pembangunan jangka menengah nasional 5 (lima) tahunan. Proses penyusunan dan
penetapan RPJP telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 pada bab 5
pasal 10 sampai pasal 13.
2.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, (disingkat RPJM
Nasional), adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun. Proses
penyusunan dan penetapan RPJM diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
pada bab 5 pasal 14 sampai pasal 19.
3.
Rencana Pembangunan Tahunan
Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang selanjutnya
disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional
untuk periode 1 (satu) tahun. Proses penyusunan dan penetapan RPJM diatur dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 pada bab 5 pasal 20 sampai pasal 27.
PERTEMUAN 5
A.
Pengertian Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal ini adalah kebijakan yang dilaksanakan
oleh pemerintah dengan cara memanipulasi anggaran pendapatan dan belanja negara
artinya pemerintah dapat meningkatkan atau menurunkan pendapatan negara dan
belanja negara dengan tujuan untuk memengaruhi tinggi rendahnya pendapatan
nasional.
Pada umumnya pemerintah akan berusaha menentukan target
belanja negara, kemudian menentukan tingkat pendapatannya paling tidak dapat
menutup seluruh anggaran belanja yang telah ditetapkan tersebut. Hanya saja
menurut kebiasaan yang terjadi sangat sulit bagi negara untuk bisa menyesuaikan
belanja negara terhadap pendapatannya. Hal ini disebabkan oleh adanya kebutuhan
untuk menyediakan barang dan jasa serta membelanjai keperluan lain terlalu
besar sedang pendapatan negara relatif sangat rendah.
B.
Fungsi, Asas, Prinsip dan Klasifikasi Anggaran
1.
Fungsi
Anggaran merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan
juga pendapatan negara untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan dan
pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional,
mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah dan prioritas pembangunan
secara umum.
Anggaran memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan dan pengeluaran adalah
hak bahwa tugas negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN.
Pendapatan Surplus dapat digunakan untuk membiayai belanja publik tahun fiskal
berikutnya.
a.
Fungsi otorisasi, menyiratkan bahwa anggaran
negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja untuk tahun ini,
dengan demikian, pengeluaran atau pendapatan bertanggung jawab kepada
rakyat.Perencanaan fungsi, menyiratkan bahwa anggaran negara dapat menjadi
pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan untuk tahun ini. Ketika
pengeluaran pra-direncanakan, maka negara dapat membuat rencana untuk mendukung
belanja ini. Sebagai contoh, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun
proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Dengan demikian,
pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar
berjalan lancar.
b.
Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus
menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan organisasi pemerintah negara
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi orang
untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk
keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
c.
Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara
harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
d.
Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan
anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
e.
Fungsi stabilisasi, yang berarti bahwa anggaran
pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental ekonomi.
2.
Asas
APBN sendiri disusun dengan berdasarkan asas-asas
:
a.
Kemerdekaan, yaitu meningkatkan sumber
pendapatan dalam negeri.
b.
Tabungan atau peningkatan efisiensi dan
produktivitas.
c.
Memperbaiki prioritas pembangunan.
d.
Berfokus pada prinsip-prinsip dan hukum negara.
3.
Prinsip
Berdasarkan
aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN, ada tiga, yaitu :
a.
Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah
dan kecepatan deposit.
b.
Intensifikasi penagihan dan pengumpulan negara
piutang.
c.
Penuntutan kompensasi atas kerugian yang
diderita oleh negara dan denda penuntutan.
Berdasarkan
aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah :
a.
Menyimpan, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan.
b.
Sutradara, dikendalikan, sesuai dengan rencana
program atau kegiatan.
c.
Sebisa mungkin menggunakan produk dalam negeri
dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
4.
Klasifikasi
Klasifikasi
anggaran merupakan pengelompokan anggaran berdasarkan organisasi, fungsi, dan
jenis belanja (ekonomi). Pengelompokan tersebut memiliki tujuan untuk melihat besaran
alokasi anggaran menurut organisasi K/L, tugas-fungsi pemerintah, dan belanja
K/L. Klasifikasi anggaran terbagi ke dalam 3 jenis yakni klasifikasi menurut
organisasi, klasifikasi menurut fungsi dan klasifikasi menurut ekonomi.
Penyusunan belanja negara dalam APBN dirinci menurut klasifikasi organisasi,
klasifikasi fungsi, dan klasifikasi ekonomi.
a.
Klasifikasi
Menurut Organisasi
Klasifikasi
anggaran menurut organisasi merupakan pengelompokan alokasi anggaran belanja
sesuai dengan struktur organisasi K/L. Klasifikasi anggaran belanja berdasarkan
organisasi menurut K/L disebut Bagian Anggaran (BA). Bagian anggaran merupakan
kelompok anggaran menurut nomenklatur K/L, oleh karenanya setiap K/L mempunyai
kode bagian anggaran tersendiri. Sebagai contoh kode BA untuk LIPI adalah 079.
Kode BA ini tersusun atas 3 digit angka. Adapun kode unit eselon 1 untuk LIPI
adalah 01, sehingga jika digabung menjadi 079.01.
b.
Klasifikasi
Menurut Fungsi
Klasifikasi
anggaran menurut fungsi, merinci anggaran belanja menurut fungsi dan sub
fungsi. Fungsi itu sendiri memiliki pengertian perwujudan tugas kepemerintahan
di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional. Subfungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari fungsi. Klasifikasi
anggaran menurut fungsi yang berlaku saat ini ada 11 (sebelas) fungsi yaitu:
1)
Pelayanan umum
2)
Pertahanan
3)
Ketertiban dan Keamanan
4)
Ekonomi
5)
Lingkungan Hidup
6)
Perumahan dan fasilitas umum
7)
Kesehatan
8)
Pariwisata
9)
Agama
10)
Pendidikan dan Kebudayaan
11)
Perlindungan sosial
Penggunaan
fungsi dan subfungsi disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing
K/L. Penggunaanya dikaitkan dengan kegiatan (merupakan penjabaran program) yang
dilaksanakan, sehingga suatu program dapat menggunakan lebih dari satu fungsi.
Untuk mengetahui fungsi dan subfungsi ini kita bisa mengeceknya dalam dokumen
DIPA satker masing-masing atau bisa ditanyakan langsung melalui unit yang
menangani keuangan pada satker masing-masing. Kode-kode ini biasanya tercantum
dalam proposal-proposal yang akan diajukan dalam program/kegiatan yang ada
pembiayaanya melalui DIPA.
c.
Klasifikasi
Menurut Ekonomi (Jenis Belanja)
Jenis
belanja dalam klasifikasi belanja digunakan dalam dokumen anggaran baik dalam
proses penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran, dan pertanggungjawaban/pelaporan
anggaran. Adapun klasifikasi anggaran menurut jenis belanja terdapat 8 jenis
yaitu:
1)
Belanja Pegawai
Belanja
pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada
pegawai pemerintah (pejabat negara, PNS, dan pegawai yang dipekerjakan oleh
pemerintah yang belum berstatus PNS) yang bertugas di dalam maupun di luar
negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali
pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal dan/atau kegiatan yang
mempunyai output dalam kategori belanja barang.
2)
Belanja Barang
Yaitu
pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk
memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta
pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada
masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja barang dapat dibedakan menjadi
Belanja Barang (Operasional dan Non Operasional), belanja jasa, belanja
pemeliharaan, serta belanja perjalanan dinas.
3)
Belanja Modal
Yaitu
pengeluaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah nilai aset
tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode
akuntansi (biasanya 1 tahun periode) serta melebihi batas minimal kapitalisasi
aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah.
Mengenai
batas minimal nilai kapitalisasi Untuk pengadaan peralatan dan mesin adalah
batas minimal harga pasar per unit barang sebesar Rp. 300.000 dan untuk
bangunan minimal sebesar Rp. 10.000.000.
Aset
tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan
kerja atau dipergunakan oleh masyarakat/publik namun tercapat dalam registrasi
aset K/L terkait serta bukan untuk dijual.
Mengenai
belanja modal, detailnya saya akan coba bahas dalam tulisan yang selanjutnya.
4)
Bunga Utang
Yaitu
pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang, baik utang
dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan jaminan. Jenis
belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari bagian anggaran BUN (Bendahara
Umum Negara).
5)
Belanja Subsidi
Yaitu
alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi,
menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup
orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh
masyarakat. Contohnya adalah belaja subsidi untuk BBM. Jenis belanja ini khusus
digunakan dalam kegiatan dari bagian anggaran BUN.
6)
Belanja Bantuan Sosial (Bansos)
Yaitu
transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada
masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Belanja
bantuan sosial diberikan dalam bentuk uang, barang, dan jasa.
7) Belanja Hibah
Merupakan
belanja pemerintah pusat kepada pemerintah negara lain, organisasi
internasional, dan pemerintah daerah yang bersifat sukarela, tidak wajib, tidak
mengikat, dan tidak perlu dibayar kembali serta tidak terus menerus dan
dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemberi hibah dan penerima hibah
dengan pengalihan hak dalam bentuk uang, barang, atau jasa.
8) Belanja Lain-lain
Pengeluaran
negara untuk pembayaran atas kewajiban pemerintah yang tidak termasuk dalam
kategori belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja pembayaran
utang, belanja subsidi, belanja hibah, dan belanja bantuan sosial serta bersifat
mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.
PERTEMUAN 6
A.
Siklus Penganggaran APBN
Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan
dalam proses penyusunan RAPBN, antara lain siklus APBN, kondisi ekonomi
domestik dan internasional yang tercermin dalam asumsi dasar ekonomi makro,
berbagai kebijakan APBN dan pembangunan, parameter konsumsi komoditas
bersubsidi, kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara, resiko fiskal dan
kinerja pelaksanaan APBN dari tahun ke tahun.
Siklus adalah putaran waktu yang berisi rangkaian
kegiatan secara berulang dengan tetap dan teratur. Oleh karena itu, Siklus APBN
dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang berawal dari perencanaan dan
penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban APBN yang berulang dengan tetap
dan teratur setiap tahun anggaran.
Siklus APBN diawali dengan tahapan kegiatan perencanaan
dan penganggaran APBN. Terkait penyusunan rencana anggaran (kapasitas fiskal),
Pemerintah, BPS, Bank Indonesia mempersiapkan asumsi dasar ekonomi makro yang
akan digunakan sebagai acuan penyusunan kapasitas fiskal oleh Pemerintah.
Selain itu juga disiapkan konsep pokok-pokok kebijakan fiskal dan ekonomi
makro.
Dalam tahapan ini, terdapat dua kegiatan penting yaitu:
perencanaan kegiatan (Perencanaan) dan perencanaan anggaran (Penganggaran).
Dalam perencanaan, para pemangku kepentingan terutama Kementerian
Negara/Lembaga (K/L) menjalankan perannya untuk mempersiapkan RKP/RKAKL yang
mencerminkan prioritas pembangunan yang telah ditetapkan oleh Presiden dan
mendapat persetujuan DPR. Setelah melalui pembahasan antara K/L selaku chief of
operation officer (COO) dengan Menteri Keuangan selaku chief financial officer
(CFO) dan Menteri Perencanaan, dihasilkan Rancangan Undang-Undang APBN yang
bersama Nota Keuangan kemudian disampaikan kepada DPR. Setelah dilakukan
pembahasan antara Pemerintah dan DPR, dengan mempertimbangkan masukan
DPD, DPR memberikan persetujuan dan pengesahan sehingga
menjadi Undang undang APBN, di mana tahapan kegiatan ini disebut penetapan
APBN. Pada tahapan selanjutnya, pelaksanaan APBN dilakukan oleh K/L dan
Bendahara Umum Negara dengan mengacu pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA) sebagaialat pelaksanaan APBN. Bersamaan dengan tahapan pelaksanaan APBN,
K/L dan
Bendahara Umum Negara melakukan pelaporan dan
pencatatan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sehingga menghasilkan
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang terdiri atas Laporan Realisasi
Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan Atas Laporan
Keuangan (CALK). Atas LKPP tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan
pemeriksaan, dan LKPP yang telah diaudit oleh BPK tersebut disampaikan oleh
Presiden kepada DPR dalam bentuk rancangan undang-undang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN untuk dibahas dan disetujui.
B.
Penyusunan RKP, Penyusunan RKA-K/L, Penyusunan Pagu
Definitif, dan Penetapan APBN
1.
RKP
Rencana Kerja Pemerintah merupakan penjabaran dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, memuat rancangan kerangka ekonomi
makro yang termasuk didalamnya arah kebijakan fiskal dan moneter, prioritas
pembangunan, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung
oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
RKP dimaksudkan sebagai upaya pemerintah secara menyeluruh
untuk mewujudkan tujuan bernegara. Untuk itu, RKP tidak hanya memuat
kegiatan-kegiatan dalam kerangka investasi pemerintah dan pelayanan publik,
tetapi juga untuk menjalankan fungsi pemerintah sebagai penentu kebijakan
dengan menetapkan kerangka regulasi guna mendorong partisipasi masyarakat.
Penyusunan
RKP Ketentuan mengenai pokok-pokok penyusunan RKP adalah sebagai berikut:
a.
Dasar penyusunan RKP adalah Rencana Kerja
Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL) dan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) provinsi, kabupaten, dan kota sebagai bahan masukan. Renja-KL
disusun dengan berpedoman pada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga
(Renstra-KL) dan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif
serta memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat.
b.
Kementerian Perencanaan melaksanakan musyawarah
perencanaan pembangunan untuk menyelaraskan antar Renja-KL dan antara kegiatan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang tercantum dalam Renja-KL dengan Rancangan
RKPD.
c.
Hasil musyawarah perencanaan pembangunan
digunakan untuk memutakhirkan Rancangan RKP yang akan dibahas dalam sidang
kabinet untuk ditetapkan menjadi RKP dengan keputusan presiden paling lambat
pertengahan bulan Mei.
d.
RKP digunakan sebagai bahan pembahasan kebijakan
umum dan prioritas anggaran di DPR.
e.
Dalam hal RKP yang ditetapkan berbeda dengan
hasil pembahasan dengan DPR, pemerintah menggunakan RKP hasil pembahasan dengan
DPR.
2.
RKA-K/L
RKA-KL adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang
berisi program dan kegiatan suatu kementerian negara/lembaga yang merupakan
penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis Kementerian
Negara/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan
untuk melaksanakannya.
Proses rinci penyusunan RKA-KL adalah sebagai berikut:
a.
Menteri/pimpinan lembaga setelah menerima surat
edaran menteri keuangan tentang pagu sementara bagi masing-masing program pada
pertengahan bulan Juni, menyesuaikan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
(Renja–KL) menjadi RKA-KL yang dirinci menurut unit organisasi dan kegiatan.
b.
Kementerian negara/lembaga membahas RKA-KL
tersebut bersama-sama dengan komisi terkait di DPR. Hasil pembahasan RKA-KL
tersebut disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan
selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Juli.
c.
Kementerian Perencanaan menelaah kesesuaian
antara RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR dengan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP).
d.
Kementerian Keuangan menelaah kesesuaian antara
RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR dengan surat edaran menteri keuangan
tentang pagu sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran
sebelumnya dan standar biaya yang telah ditetapkan.
e.
Menteri keuangan menghimpun semua RKA-KL yang
telah ditelaah, selanjutnya dituangkan dalam Rancangan APBN dan dibuatkan Nota
Keuangan untuk dibahas dalam sidang kabinet.
f.
Nota Keuangan dan Rancangan APBN beserta
himpunan RKA-KL yang telah dibahas disampaikan pemerintah kepada DPR
selambat-lambatnya pertengahan bulan Agustus untuk dibahas bersama dan
ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN selambatlambatnya pada akhir bulan
Oktober.
g.
RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan
dalam keputusan presiden tentang rincian APBN selambat-lambatnya akhir bulan
November.
h.
Keputusan presiden tentang rincian APBN tersebut
menjadi dasar bagi masing-masing kementerian negara/lembaga untuk menyusun
konsep dokumen pelaksanaan anggaran.
i.
Konsep dokumen pelaksanaan anggaran disampaikan
kepada menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara selambatlambatnya minggu
kedua bulan Desember.
j.
Dokumen pelaksanaan anggaran disahkan oleh
menteri keuangan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember.
3.
Pagu Definitif (Nota Keuangan dan RUU APBN)
Dalam rangka pengawasan pelaksanaan APBN, sejak dimulainya
pelaksanaan tahun anggaran, DJA melakukan koordinasi monitoring dan evaluasi
atas realisasi indikator ekonomi makro terkait dengan asumsi dasar ekonomi
makro dan realisasi APBN tahun anggaran berjalan. Kegiatan ini menghasilkan
keluaran berupa laporan monitoring dan evaluasi pelaksanaan APBN. Dari kegiatan
ini, dapat diketahui kemungkinan terdapatnya faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi realisasi pelaksanaan APBN sebagaimana disebutkan dalam pasal 27
ayat (3) UU No.17 tahun 2003.
Dalam kondisi normal, untuk memonitor faktor-faktor ekonomi
yang sangat mempengaruhi APBN, maka sejak APBN mulai dilaksanakan dilakukan
monitoring pelaksanaan APBN dan exercise perkiraan realisasinya. Terkait
kegiatan tersebut,dilakukan koordinasi mengenai outlook asumsi dasar ekonomi
Makro tahunanggaran berjalan. DJA menjadi penanggung jawab koordinasi ini yang
akan menghasilkan keluaran berupa draft postur APBN-P.
Karena APBN 2014 disusun berdasarkan perkiraan realisasi APBN
2013, maka bila pada akhir tahun 2013 terdapat perbedaan yang signifikan antara
realisasi dengan perkiraan realisasinya, maka harus segera dilakukan reviu
terhadap besaran APBN 2014. Hal tersebut dapat menjadi iindikasi bahwa RAPBN
perubahan 2014 harus disampaikan ke DPR lebih awal dari jadwal normal.
Dalam rangka menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi
tersebut, secara periodik diadakan rapat
di lingkungan DJA terkait kebijakan yang akan diambil. Dalam rapat yang
diselenggarakan selama pekan keempat sampai dengan kelima Maret ini dihasilkan
keluaran berupa kesepakatan terkait kemungkinan penyesuaian APBN untuk tahun
anggaran berjalan.
Berdasarkan outlook asumsi dasar ekonomi Makro yang diperoleh
dari hasil koordinasi tersebut, dilakukan penyusunan exercise dan penetapan
postur APBN-P 2013. Exercise ini bertujuan untuk menyusun draft APBN-P dengan
berbagai skenario kebijakan. Kegiatan ini dilakukan oleh DJA c.q Dit. P-APBN
sepanjang bulan Maret sampai dengan bulan April ketika draft RAPBN-P siap
diajukan ke DPR.
Skenario ini diperlukan untuk mengendalikan APBN, sehingga
menjadi lebih realistis misalnya ketika situasi pertumbuhan ekonomi
diperkirakan tidak mencapai target, maka target penerimaan dari perpajakan
sulit untuk dicapai. Kondisi belanja yang lebih besar dari pendapatan ini dapat
memperbesar defisit APBN yang untuk menutupnya, maka harus ditetapkan
sumber-sumber pendanaan. Sehubungan dengan keterbatasan penggunaan Sisa
Anggaran Lebih dan pembiayaan melalui penjualan barang milik Negara, maka sisa
defisit harus ditutup dengan menerbitkan surat utang atau melakukan pemotongan
belanja.
Berkenaan dengan dampak APBN terhadap ketahanan fiskal,
bahkan perekonomian Indonesia, maka proses penyusunan exercise dan penetapan
postur APBN-P harus dilakukan secermat mungkin. Penyusunan exercise ini
dilakukan dengan memperhatikan besaran target defisit yang tetap memungkinkan
untuk memberi ruang bagi program-program pembangunan dan pengentasan kemiskinan
namun tetap pada besaran yang mampu diserap pembiayaan APBN sehingga tidak
membebani generasi yang akan datang. Selama pekan kesatu bulan Mei, pembahasan
postur APBN kemudian dilakukan dalam rapat koordinasi antar Unit Eselon II DJA.
Dari hasil rapat koordinasi ini, banyak terdapat masukan yang memungkinkan
postur APBN yang telah disusun oleh Dit. P-APBN berubah, terutama jika terdapat
kebijakan atau perubahan asumsi dasar ekonomi makro, pokok-pokok kebijakan
fiskal, keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran, dan
keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan
anggaran. Oleh karena itu, rapat koordinasi ini juga menghasilkan keluaran
berupa draft postur RAPBN-P.
Selain penyusunan postur RAPBN-P, Dit.P-APBN juga menyiapkan
draft Nota Keuangan draft RUU RAPBN-P yang akan dibahas pada Rapat Pimpinan DJA
dalam rangka koordinasi antar unit Eselon I. Rapim ini dilakukan pada pekan
kesatu sampai kedua bulan Mei untuk membahas draft RUU RAPBN-P sehingga dicapai
kesepakatan mengenai draft postur hasil pembicaraan Rapim antar unit Eselon
I. Pada jadwal yang hampir bersamaan
pula, yaitu pekan kedua bulan Mei, diselenggarakan rapat pimpinan Kementerian
Keuangan yang menghasilkan keluaran berupa hasil kesepakatan. Pada kesempatan
ini juga, DJA selaku penanggung jawab menyampaikan draft Nota Keuangan dan RUU
APBN-P ke seluruh Eselon I Kementerian Keuangan terkait seperti BKF, DJPK, dan
DJPU.
Masukan dari unit Eselon I ini dijadwalkan diterima juga pada
pekan kedua bulan Mei. Oleh DJA c.q Dit. P-APBN, masukan ini diakomodasi dalam
bentuk perbaikan draft Nota Keuangan dan RAPBN-P beserta RUU-nya beserta draft
bahan rapim. Draft Nota Keuangan dan
RAPBN-P beserta RUU-nya yang telah diperbaiki dengan mengakomodasi masukan dari
unit Eselon I lain kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk dikoreksi
pada pekan kedua bulai Mei. Setelah Menteri Keuangan menyampaikan koreksi, pada
pekan ketiga Mei, draft Nota Keuangan dan RAPBN-P beserta RUU-nya diperbaiki
dan dilengkapi sesuai dengan hal-hal terdapat dalam koreksi Menteri Keuangan.
Selanjutnya, DJA, BKF, DJPK, dan DJPU menyiapkan draft bahan sidang kabinet.
Sidang kabinet pengambilan keputusan terkait APBN-P
dijadwalkan pada pekan ketiga bulan Mei. Penanggung jawab kegiatan ini adalah
Pusat Harmonisasi Kebijakan (Pushaka) dengan keluaran berupa keputusan sidang
kabinet Berdasarkan masukan yang diperoleh sampai dengan sidang kabinet,
makasebagai penanggung jawab, DJA c.q Dit. P-APBN melakukan kegiatan penulisan
Nota Keuangan dan RAPBN-P tahun anggaran berjalan besrta RUU APBN-P.
Penulisan ini dilakukan selama pekan ketiga bulan Mei dengan
keluaran berupa Nota Keuangan dan RAPBN-P 2013 serta RUU APBN-P 2013.
Selanjutnya, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan menyampaikan RUU APBN-P
ke Sekretariat Negara untuk memperoleh Ampres dan dilanjutkan ke DPR yang
dijadwalkan pada pekan ketiga bulan Juni. Selanjutnya, dalam tenggat waktu yang
sama, Sekretariat Jenderal menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN-P ke DPR untuk
dilakukan pembahasan.
4.
Penetapan APBN
Setelah RUU APBN dibahas antara Pemerintah dengan DPR yang
diakhiri dengan rapat kerja antara Badan
Anggaran dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Gubernur Bank
Indonesia pada pekan pertama di bulan Oktober, maka hasil pembahasan ini
dilaporkan dalam rapat paripurna untuk ditetapkan. Sebelum menetapkan RUU APBN,
rapat paripurna ini didahului dengan:
a.
Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat
mini sebagai sikap akhir fraksi, dan hasil Pembicaraan Tingkat I;
b.
Pernyataan persetujuan atau penolakan dari
tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat
paripurna; dan
c.
Pendapat akhir pemerintah yang disampaikan oleh
Menteri Keuangan disertai lampiran berupa Laporan kesepakatan Badan Anggaran
dan pendapat akhir Pemerintah.
Hasil pembahasan dituangkan dalam berita acara hasil
kesepakatan pembahasan Rancangan APBN dan RUU tentang APBN yang berupa Laporan
Panitia Kerja (ditandatangani oleh Pimpinan Panitia Kerja Banggar dan Direktur
Jenderal) selaku coordinator panja dari pemerintah,dan Kesimpulan Badan Anggaran (ditandatangani
oleh pimpinan Banggar, Menteri Keuangan
selaku wakil pemerintah) dengan disertai lampiran angka dasar belanja
Kementerian Negara/Lembaga (ditandatangani Direktur Jenderal Anggaran). Selain
itu, hasil penetapan RKA-K/L disampaikan kepada Menteri Keuangan, dengan
terlebih dahulu disetujui dan ditandatangani oleh pimpinan komisi terkait.
Setelah UU APBN dan RKA-K/L ditetapkan, maka Menteri Keuangan
menerbitkan surat kepada Kementerian negara/Lembaga sesuai dengan berita acara
hasil kesepakatan pembahasan RAPBN antara Pemerintah dengan DPR. Surat ini
menjadi dasar alokasi anggaran untuk Kementerian/Lembaga sebagai batas
tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Kementerian
negara/Lembaga. Selanjutnya, dilakukan forum penelaahan RKA-K/L khususnya yang
mengalami perubahan oleh DJA dengan Dit, Anggaran I, II, dan III sebagai
penanggung jawab. Penelaahan ini untuk memastikan kesesuaian antara RKA-K/L
dengan alokasi anggaran hasil kesepakatan dengan DPR.
RKA-K/L hasil penelaahan tersebut, kemudian dihimpun oleh
Kementerian Keuangan c.q DJA untuk dijadikan bahan penyusunan Keputusan
Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. Penyusunan dan
penetapan Keppres ini dijadwalkan pada pekan kedua Oktober sampai dengan pekan
ketiga November. Berdasarkan Keputusan Presiden yang ditetapkan dan RKA-K/L, Kementerian
negara/Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran. Paling lambat tanggal 31
Desember, Menteri Keuangan harus sudah mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
untuk menjadi dasar bagi Kementerian negara/Lembaga melaksanakan
kegiatan/programnya.
C.
Mekanisme Revisi RKA-K/L
1.
Perubahan rumusan sasaran kinerja dalam
databaseRKA-K/L dapat dilakukan dalam rangka menindaklanjuti adanya perubahan
struktur organisasi beserta tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, dan/atau
penataan arsitektur dan informasi kinerja sesuai dengan konsep kerangka
berpikir.
2.
Perubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam
databaseRKA-K/L terdiriatas:
a.
perubahanrumusanKeluaran(Output);
b.
perubahan rumusan Keluaran (Output) disertai
dengan perubahan jumlah Keluaran (Output); dan/atau
c.
perubahanrumusandan/atau perubahan jumlah
rumusan kinerja selainrumusan Keluaran (Output).
3.
Perubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam
databaseRKA-K/L dapatdilakukan:
a.
sebagaiakibatadanyaperubahanrumusan nomenklatur,
perubahanstruktur organisasi, perubahan tugasdanfungsiorganisasi/unit
organisasi, dan/atau adanya tambahan penugasan;
b.
sesuai dengan konsep logika berpikir; dan/atau
c.
dengan disertai perubahan komponen input untuk
menghasilkan Keluaran (Output) dengan rumusan baru sepanjang tidakmengubahtotal
anggaran per Satker.
4.
Tata caraperubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam
database RKA-K/L diatur dengan ketentuansebagaiberikut:
a.
usulanperubahan rumusan Keluaran (Output)
diajukan olehSekretaris Jenderal/SekretarisUtama/ Sekretaris/PejabatEselonI
Kementerian/Lembaga kepada DirekturJenderalAnggaran;
b.
perubahan rumusan Keluaran (Output) dilakukan
dengan menggunakan aplikasi Arsitektur dan Informasi Kinerja;
c.
dalam hal jumlah rumusan Keluaran (Output) dan
komponen input-nya berubah, terhadap usul perubahan rumusan Keluaran (Output)
dilakukan penelaahan oleh Direktorat Jenderal Anggaran;
d.
hasil perubahan rumusan Keluaran(Output)
digunakansebagaidasaruntuk melakukan perubahan database RKA-K/L ; dan
e.
perubahan database RKA-K/L menjadi dasar
pengajuan revisi RKA-K/L kepada Direktur
Jenderal Anggaran
5.
Perubahanrumusan sasaran kinerja dalam database
RKA-K/L dapatdilakukan:
a.
sebagaiakibat adanya perubahan organisasi atau
perubahanperumusan nomenklatur, antara lain perubahan nomenklatur Program,
indikator kinerja program, kegiatan, indikator kinerja kegiatan, fungsi,
perubahan tugasfungsi unit, dan/atau adanya tambahan penugasan; dan
b.
sepanjang
tidakmengubahpaguanggarandantidakmengurangi volume Keluaran (Output)
KegiatanPrioritas Nasional, Kegiatan prioritasbidang, dan/atau Kebijakan
Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.
6.
Tata cara perubahan rumusan sasaran kinerja
dalam database RKA-K/L diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
usulan perubahan rumusan dan/atau perubahan
jumlah sasaran kinerja selain rumusan Keluaran (Output) diajukan oleh
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/
Lembaga kepada Direktur Jenderal Anggaran;
b.
perubahan rumusan dan jumlah rumusan sasaran
kinerja selain rumusan Keluaran (Output) dapat ditetapkan sepanjang telah
disepakati dalam pertemuan tiga pihak (trilateral meeting);
c.
hasil perubahanrumusan dan/atau perubahan jumlah
rumusan sasaran kinerja selain rumusan Keluaran (Output) digunakan sebagai
dasar untuk melakukan perubahan database RKA-KL; dan
d.
perubahan database RKA-KL DIPA menjadi dasar
pengajuan revisi RKA-K/L kepada Direktur Jenderal Anggaran
D.
Prioritas Pembangunan Nasional
Penyusunan RAPBN untuk tahun direncanakan diawali
dengan penetapan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional oleh
Presiden yang didasarkan pada hasil evaluasi kebijakan berjalan (sesuai pasal 7
ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana
Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga). Penetapan Arah Kebijakan ini
dilakukan pada bulan Januari. Berdasarkan pasal 1 ayat 5 PP No.90 tahun 2010,
Arah Kebijakan adalah penjabaran urusan pemerintahan dan/atau prioritas
pembangungan sesuai dengan visi dan misi Presiden yang rumusannya mencerminkan
bidang urusan tertentu dalam pemerintahan yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Negara/Lembaga. Oleh karena itu, arah Kebijakan ini berisi satu
atau beberapa program untuk mencapai sasaran strategis penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan dengan indikator kinerja yang terukur. Penetapan
Arah Kebijakan ini juga menjadi dasar awal dari penyusunan kebijakan fiskal
dalam RAPBN untuk pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR.
Penyusunan konsep arah kebijakan untuk tahun anggaran
yang direncanakan dimulai sejak bulan November dua tahun sebelum tahun anggaran
berjalan. Misalnya, untuk arah kebijakan tahun anggaran 2014, maka penyusunan
konsep arah kebijakan dimulai sejak bulan November 2012 sehingga dapat
disampaikan oleh Presiden pada bulan Januari 2013. Dengan demikian, arahan
tersebut didasarkan pada berbagai kondisi dan kebijakan yang terjadi di tahun
2012 dengan rencana di tahun 2013.
Menteri Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Anggaran
memegang peranan penting dalam menyusun usulan konsep arah kebijakan tersebut.
Kegiatan penyusunan konsep arah kebijakan diawali dengan inventarisasi berbagai
arahan Presiden pada berbagai forum melalui berbagai dokumen risalah sidang
kabinet, rapat terbatas, retreat, atau acara rapat pimpinan lainnya.
Selanjutnya, rumusan arahan tersebut
digunakan sebagai bahan acuan dan pertimbangan dari penyusunan arah,
prioritas, dan kebijakan tahun yang direncanakan dalam APBNnya.
Berdasarkan bahan-bahan yang dikumpulkan melalui
inventarisasi danklasifikasi arahan menurut tema dan bidang, kemudian
diformulasikan konsep usulan arah kebijakan oleh Kementerian Keuangan
(khususnya Direktorat Jenderal Anggaran). Konsep arah kebijakan Presiden untuk
RAPBN yang merupakan bahan acuan untuk
kebijakan umum RAPBN ini disampaikan sebagai usulan Menteri Keuangan kepada
Presiden dalam sidang kabinet tentang persiapan penyusunan RAPBN tahun yang
direncanakan.
PERTEMUAN 7
A.
Pengertian Perbendaharaan Negara, Kas Negara, Rekening
Kas Negara/Rekening Kas Umum Negara atau Daerah, Piutang/Utang Negara atau
Daerah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi
keuangan negara. Dalam Undang-Undang tersebut ditetapkan bahwa Perbendaharaan
Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi
dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung
seluruh penerimaan negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran negara.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut
Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh
penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.
Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat
penyimpanan Uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk
menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah
pada bank yang ditetapkan.
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar
kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan
uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Piutang Daerah
adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak
Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau
akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
akibat lainnya yang sah.
Utang negara (Inggris: Sovereign debt) adalah utang
yang dijamin oleh pemerintah, sering disebut sebagai utang luar negeri. Dalam
rangka mengumpulkan uang, pemerintah akan menerbitkan obligasi dan menjualnya kepada
investor asing (pemberi pinjaman). Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib
dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat
dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
B. Ruang
Lingkup Perbendaharaan Negara
Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 Angka 1, meliputi:
1.
pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
2.
pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;
3.
pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
4.
pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;
5.
pengelolaan kas;
6.
pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
7.
pengelolaan investasi dan barang milik
negara/daerah;
8.
penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi
manajemen keuangan negara/daerah;
9.
peyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD;
10.
penyelesaian kerugian negara/daerah;
11.
pengelolaan Badan Layanan Umum;
12.
perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan
prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka
pelaksanaan APBN/APBD
C.
Asas Umum Perbendaharaan Negara
1.
Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi
Pemerintah Pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara.
2.
Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar
bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah.
3.
Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang
berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai
pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
4.
Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan
bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah pusat, dibiayai dengan
APBN.
5.
Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan
bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan
APBD.
6.
Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang
sifatnya mendesak dan/atau tidak terduga disediakan dalam bagian anggaran
tersendiri yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah.
7.
Kelambatan pembayaran atas tagihan yang
berkaitan dengan pelaksanaan APBN/APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda
dan/atau bunga\
D.
Pengertian Pejabat Perbendaharaan
Pejabat Perbendaharaan adalah para pengelola keuangan
pada satker yang diberi tugas sebagai kuasa pengguna anggaran, penguji dan
penerbit Surat Perintah Membayar (SPM), dan pelaksana tugas kebendaharaan.
Pejabat Perbendaharaan tersebut terdiri dari KPA, PP SPM dan Bendahara
Pengeluaran.
E.
Pengertian BUN (Bendahara Umum Negara)
Bendahara
Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi
bendahara umum negara. Menteri Keuangan adalah selaku Bendahara Umum Negara
F.
Pengertian Bendahara Penerimaan/Pengeluaran
Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk
menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggung-jawabkan
uang pendapatan negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada
kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk
menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mem-pertanggungjawabkan
uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD
pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.
PERTEMUAN 8
A. Pengertian dan Dasar Hukum
Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan anggaran merupakan
bagian dari Siklus anggaran yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan
pertanggungjawaban. Siklus anggaran dimulai dari tahap penyusunan dan
penetapan APBN. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan
kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya (misal tahun anggaran 2008)
kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan (misal tahun
2007). Kemudian pemerintah pusat dan DPR membahas kerangka
ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh pemerintah
pusat dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN
tahun anggaran berikutnya.
Dasar Hukum :
- Peraturan Pemerintah Nomor
20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
- Peraturan Pemerintah Nomor
21 tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga.
- Peraturan Pemerintah Nomor
23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum.
- Peraturan Pemerintah Nomor
24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
- Keputusan Presiden Nomor
42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 tahun
2004.
- Keputusan Presiden Nomor
80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 61
Tahun 2004.
- Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN.
- Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar.( Bagan Perkiraan Standar adalah
daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis
untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan anggaran, serta
pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah pusat)
- Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 80/PMK.05/2007 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana
Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan,
Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA Tahun 2008.(setiap tahun dikeluarkan
PMK ttg ini).
- Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 Mekanisme Pelaksanaan
Pembayaran atas Beban APBN. (sudah diubah(?) dengan perDJPBN tgl....No....)
B. Pengertian
dan Aspek Hukum Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Wujud Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang berlaku mulai
tahun anggaran 2005*) berupa daftar isian yang memuat uraian sasaran yang
hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, rencana penarikan dana
tiap-tiap bulan dalam satu tahun serta pendapatan yang diperkirakan oleh
kementerian negara/lembaga, sehingga dokumen pelaksanaan anggaran tersebut
disebut daftar isian pelaksanaan anggaran atau disingkat DIPA. DIPA tersebut
disusun atas dasar Peraturan Presiden tentang rincian APBN.
Konsep DIPA yang telah selesai disusun oleh Kuasa
Pengguna Anggaran satker disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan
untuk DIPA pusat dan kepada Kepala Kanwil DJPB untuk DIPA daerah. Direktur
Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
menelaah kesesuaian konsep DIPA dengan rincian APBN yang ditetapkan dalam
Peraturan Presiden dan kemudian mengesahkan DIPA pusat. Sedangkan Kepala Kanwil
DJPB atas nama Menteri Keuangan selaku BUN menelaah kesesuaian konsep DIPA
dengan rincian APBN yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden dan kemudian
mengesahkan DIPA daerah.
Apabila dalam batas waktu yang ditentukan (akhir tahun
anggaran) Kuasa Pengguna Anggaran satker belum menyampaikan konsep DIPA, maka
Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB tetap menerbitkan
Surat Pengesahan DIPA yang dilampiri konsep DIPA (sementara) yang dibuat oleh
Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB berdasarkan Surat
Rincian Alokasi Anggaran (SRAA) dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga
(RKA-KL) atau Peraturan Presiden tentang Rincian APBN. DIPA (sementara) ini
dapat dipakai sebagai dasar penerbitan surat perintah membayar dengan ketentuan
bahwa dana yang dapat dicairkan dibatasi untuk pembayaran gaji pegawai,
pengeluaran keperluan sehari-hari perkantoran, daya dan jasa, dan lauk
pauk/bahan makanan. Sedangkan dana untuk jenis pengeluaran lainnya harus
diblokir.
C. Mekanisme
Penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
D. Mekanismer
Revisi DIPA
1.
Perubahan rumusan sasaran kinerja dalam database
DIPA dapat dilakukan dalam rangka menindaklanjuti adanya perubahan struktur
organisasi beserta tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, dan/atau penataan
arsitektur dan informasi kinerja sesuai dengan konsep kerangka berpikir.
2.
Perubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam database
DIPA terdiriatas:
a.
perubahanrumusanKeluaran(Output);
b.
perubahan rumusan Keluaran (Output) disertai
dengan perubahan jumlah Keluaran (Output); dan/atau
c.
perubahanrumusandan/atau perubahan jumlah
rumusan kinerja selainrumusan Keluaran (Output).
3.
Perubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam database
DIPA dapatdilakukan:
a.
sebagaiakibatadanyaperubahanrumusan nomenklatur,
perubahanstruktur organisasi, perubahan tugasdanfungsiorganisasi/unit
organisasi, dan/atau adanya tambahan penugasan;
b.
sesuai dengan konsep logika berpikir; dan/atau
c.
dengan disertai perubahan komponen input untuk
menghasilkan Keluaran (Output) dengan rumusan baru sepanjang tidakmengubahtotal
anggaran per Satker.
4.
Tata caraperubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam
database DIPA diatur dengan ketentuansebagaiberikut:
a.
usulanperubahan rumusan Keluaran (Output)
diajukan olehSekretaris Jenderal/SekretarisUtama/ Sekretaris/PejabatEselonI
Kementerian/Lembaga kepada DirekturJenderalAnggaran;
b.
perubahan rumusan Keluaran (Output) dilakukan
dengan menggunakan aplikasi Arsitektur dan Informasi Kinerja;
c.
dalam hal jumlah rumusan Keluaran (Output) dan
komponen input-nya berubah, terhadap usul perubahan rumusan Keluaran (Output)
dilakukan penelaahan oleh Direktorat Jenderal Anggaran;
d.
hasil perubahan rumusan Keluaran(Output)
digunakansebagaidasaruntuk melakukan perubahandatabase DIPA; dan
e.
perubahan database DIPA menjadi dasar pengajuan
revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Anggaran.
5.
Perubahanrumusan sasaran kinerja dalam database DIPA
dapatdilakukan:
a.
sebagaiakibat adanya perubahan organisasi atau
perubahanperumusan nomenklatur, antara lain perubahan nomenklatur Program,
indikator kinerja program, kegiatan, indikator kinerja kegiatan, fungsi,
perubahan tugasfungsi unit, dan/atau adanya tambahan penugasan; dan
b.
sepanjang
tidakmengubahpaguanggarandantidakmengurangi volume Keluaran (Output)
KegiatanPrioritas Nasional, Kegiatan prioritasbidang, dan/atau Kebijakan
Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.
6.
Tata cara perubahan rumusan sasaran kinerja
dalam database DIPA diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
usulan perubahan rumusan dan/atau perubahan
jumlah sasaran kinerja selain rumusan Keluaran (Output) diajukan oleh
Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/
Lembaga kepada Direktur Jenderal Anggaran;
b.
perubahan rumusan dan jumlah rumusan sasaran
kinerja selain rumusan Keluaran (Output) dapat ditetapkan sepanjang telah
disepakati dalam pertemuan tiga pihak (trilateral meeting);
c.
hasil perubahanrumusan dan/atau perubahan jumlah
rumusan sasaran kinerja selain rumusan Keluaran (Output) digunakan sebagai
dasar untuk melakukan perubahan database DIPA; dan
d. perubahan
database RKA-KL DIPA menjadi dasar pengajuan revisi DIPA kepada Direktur
Jenderal Anggaran
E. Pengertian
dan Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Negara
Pengelolaan
keuangan negara adalah segala bentuk kegiatan administrative yang dilakukan
dalam bentuk beberapa tahapan yang meliputi perencanaan, penyimpanan,
penggunaan, pencataan serta pengawasan yang kemudian diakhiri dengan
pertanggungjawaban terhadap siklus keluar masuknya dana pada kurun waktu
tertentu.
Produk
hukum yang mendasari pengelolaan keuangan negara/daerah selengkapnya sebagai
berikut:
1. UU
No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;
2. UU
No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. UU
No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
4. UU
No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;
5. UU
No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
6. PP
No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
7. PP
No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;
8. PP
No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
9. PP
No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
F. Pengelolaan
Piutang dan Utang Negara
1. Pengelolaan Piutang
Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada
Pemerintah Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai
dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN.
Pemerintah Pusat dapat
memberikan pinjaman atau hibah kepada lembaga asing sesuai dengan yang
tercantum/ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN. (3) Tata cara pemberian
pinjaman atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan peraturan pemerintah.
Setiap pejabat yang
diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara/daerah
wajib mengusahakan agar setiap piutang negara/daerah diselesaikan seluruhnya
dan tepat waktu. Piutang negara/daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya
dan tepat waktu, diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Piutang negara/daerah jenis tertentu mempunyai hak mendahulu
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
2. Pengelolaan
Utang
UU No. 1 Tahun
2004
Pasal 38
(1)
Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri
Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari
dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Undangundang APBN
(2) Utang/hibah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD.
(3)
Biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang atau hibah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dibebankan pada Anggaran Belanja Negara.
(4)
Tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari
dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar
negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 39
(1)
Gubernur/bupati/walikota dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD. (2) Kepala Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah menyiapkan pelaksanaan pinjaman daerah sesuai dengan
keputusan gubernur/bupati/walikota. (3) Biaya berkenaan dengan pinjaman dan
hibah daerah dibebankan pada Anggaran Belanja Daerah. (4) Tata cara pelaksanaan
dan penatausahaan utang negara/daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 40
(1)
Hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kedaluwarsa setelah 5 (lima)
tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh
undang-undang.
(2) Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tertunda apabila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada
negara/daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa.
(3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembayaran
kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara/daerah.
G. Pengelolaan
Investasi dan Barang Negara
Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang
untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Investasi dilakukan
dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung dan diatur dengan
peraturan pemerintah. Penyertaan modal pemerintah pusat pada perusahaan
negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Penyertaan modal
pemerintah daerah pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan dengan
peraturan daerah
Pengelolaan barang negara adalah pengelolaan semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Seperti pembelian,
penjualan maupun hibah.
H. Penatausahaan
dan Pertanggungjawaban APBN
Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
selaku Bendahara Umum Negara/Daerah (BUN/BUD) menyelenggarakan akuntansi atas
transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi
pembiayaan dan perhitungannya. Aset yang dimaksud pada ayat ini adalah sumber
daya, yang antara lain meliputi uang, tagihan, investasi, dan barang, yang
dapat diukur dalam satuan uang, serta dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah dan diharapkan memberi manfaat ekonomi/sosial di masa depan. Ekuitas
dana yang dimaksud pada ayat ini adalah kekayaan bersih pemerintah yang
merupakan selisih antara nilai seluruh aset dan nilai seluruh kewajiban atau
utang pemerintah.
Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat
daerah selaku Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi
keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan
belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya.
Akuntansi dimaksud digunakan untuk menyusun laporan
keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Tiap-tiap kementerian negara/lembaga merupakan entitas
pelaporan yang tidak hanya wajib menyelenggarakan akuntansi, tetapi juga wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar