Senin, 13 November 2017

Resume Pertemuan Hukum Keuangan Negara ( Dosen : Kusmono, SH, Sp.N., M.Hum. ) Part 1

PERTEMUAN 1


A.    Dasar Hukum Keuangan Negara

Selain itu landasan keuangan Negara ada pada Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan keuangan Negara pasal 23A-23E. Adapun Undang-Undang lainnya yang berkaitan dengan keuangan Negara adalah Undang-Undang no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang no. 1 tahun 2004 tentang pembendaharan Negara, Undang-Undang no. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia, dan peraturan lainnya. Kedudukan hukum keuangan Negara berada pada tataran hukum publik karena bertujuan untuk kepentingan Negara, namun bukan berarti tidak bersinggungan dengan hukum privat.

B.    Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara

Pengertian Keuangan Negara dari pandangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi adalah seluruh kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala kekayaan Negara dan segala hak dan kewajiban. Dalam arti sempit hak dan kewajiban Negara hanya dapat dinilai dengan uang. Sementara dalam arti luas, hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang dan barang yang tidak tercakup dalam keuangan Negara.
Menurut Van Der Kamp, Keuangan Negara adalah semua hak yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang atau barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan hak-hak tersebut. Menurut M. Ichwan, Keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan angka-angka diantaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang lazimnya atu tahun mendatang.
Ruang lingkup keuangan Negara dalam pasal 2 huruf g Undang-Undang Keuangan Negara yaitu tentang Hak Negara dalam memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, melakukan pinjaman. Sedangkan kewajiban Negara meliputi menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan Negara serta membayar tagihan pihak ketiga. Sumber keuangan Negara meliputi pajak Negara (pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, dan bea materai), bea dan cukai (bea masuk, cukai gula, cukai tembakau), penerimaan Negara bukan pajak (penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah).

C.    APBN

Pengertian anggaran (budget) secara umum ialah suatu daftar atau pernyataan yang terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, yaitu satu tahun. Anggaran penerimaan dan pengeluaran ndgara kita dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
APBN dalam UUD 1945 (Pasal 23)
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undan-gundang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ***)
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.***)

D.   Siklus Pengelolaan Keuangan Negara

Pengelolaan keuangan negara mengikuti ketentuan dalam paket undang-undang di bidang Keuangan Negara. Siklus pengelolaan keuangan negara tidak terlepas dengan fungsi-fungsi manajemen yang dikenal selama ini. Dalam suatu organisasi, pada dasarnya manajemen dapat diartikan suatu proses yang melibatkan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan pengawasan (controlling). Begitupula dalam pengelolaan keuangan negara, fungsi manajemen tersebut diwujudkan dalam siklus pengelolaan keuangan negara yang terdiri dari: perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran/perbendaharaan, akuntansi, pemeriksaan dan pertanggungjawaban.

1.    Perencanaan

Untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan Perencanaan Pembangunan Nasional serta keseragaman peraturan yang berlaku guna tercapainya tujuan bernegara dan menghindarkan dari ketimpangan antar wilayah. Ketentuan mengenai sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang mencakup penyelenggaraan perencanaan makro atau perencanaan yang berada pada tataran kebijakan nasional atas semua fungsi pemerintahan dan meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam Wilayah Negara Republik Indonesia diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan Daerah dengan melibatkan masyarakat, yang mana antara lain bertujuan untuk: mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar Daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam UU No. 25 Tahun 2004 didefenisikan bahwa Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Setidaknya terdapat dua arahan yang tercakup dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, yaitu:
  Arahan dan bimbingan bagi seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan bernegara seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan dalam rencana pembangunan nasional sebagai penjabaran langkah-langkah untuk mencapai masyarakat yang terlindungi, sejahtera, cerdas dan berkeadilan dan dituangkan dalam bidang-bidang kehidupan bangsa: politik, sosial, ekonomi, budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Arahan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional baik melalui intervensi langsung maupun melalui pengaturan masyarakat/pasar, yang mana mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik pada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Selain dua arahan yang tercakup dalam sistem perencanaan pembangunan nasional diatas, pada pasal 8 UU No. 25 Tahun 2004 juga dijelaskan empat tahapan perencanaan pembangunan, yang terdiri dari penyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana.
Keempat tahapan tersebut harus diselenggarakan secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan, sehingga dapat membentuk suatu siklus perencanaan pembangunan nasional yang utuh.

2.    Penganggaran

Penganggaran merupakan suatu proses yang tidak terpisahkan dalam perencanaan. Penganggaran dalam sistem pengelolaan keuangan negara tergambarkan pada penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Adapun fungsi anggaran, baik APBN maupun APBD yaitu sebagai berikut:
a.       Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
b.       Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
c.       Fungsi pengawasan, mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d.       Fungsi alokasi, mengandung arti bahwa anggaran pemerintah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian.
e.       Fungsi distribusi, mengandung arti bahwa kebijakan anggaran pemerintah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
f.        Fungsi stabilitasasi, mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Tahap perencanaan pada pemerintah pusat dikoordinir oleh Bappenas sedangkan pada pemerintah daerah dikoordinir oleh satuan kerja perencanaan daerah. Tahap penganggaran dipimpin oleh Kementerian Keuangan pada Pemerintah Pusat, sedangkan pada pemerintah daerah dikelola oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Setiap tahun, penyusunan APBN/APBD dimulai dari penyusunan RKP dengan menyiapkan rancangan kebijakan umum, program indikatif, dan pagu indikatif. Rancangan RKP/RKPD ini selanjutnya disampaikan ke DPR/DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan. Setelah disepakati bersama dengan DPR/DPRD, maka kebijakan umum anggaran, program prioritas dan plafon anggaran sementara, akan menjadi dasar bagi Kementrian/Lembaga/SKPD untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA ini selanjutnya digunakan untuk menyusun Rancangan APBN/RAPB yang wajib disampaikan ke DPR/DPRD untuk dibahas dan diperbaiki sebelum disetujui untuk ditetapkan menjadi APBN/APBD.
DPR/DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan APBN/APBD. Proses pengesahan Rancangan APBN dilakukan setelah ada persetujuan oleh DPR, sedangkan pada pengesahan Rancangan APBD ada tambahan proses evaluasi. Evaluasi atas RAPBD yang telah disetujui oleh DPRD dilakukan oleh gubernur untuk RAPBD kabupaten/kota dan Mendagri untuk RAPBD provinsi. Proses evaluasi tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya.



PERTEMUAN 2


A.    Pengertian dan Istilah Hukum Keuangan Negara dalam Undang-Undang

1.    Didalam pasal 1 UU NO 17 TAHUN 2003:

a.       Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
b.       Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
c.       Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
d.       Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
e.       Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
f.        Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
g.       Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
h.       Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
i.         Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
j.         Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
k.       Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
l.         Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
m.     Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
n.       Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
o.       Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
p.       Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
q.       Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya

2.    Didalam pasal 2 UU NO 17 TAHUN 2003

Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi :
a.       hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b.       kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c.       Penerimaan Negara;
d.       Pengeluaran Negara;
e.       Penerimaan Daerah;
f.        Pengeluaran Daerah;
g.       kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
h.       kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
i.         kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah

B.    Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara

1.       Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2.       Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
3.       Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
4.       Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
















PERTEMUAN 3


A.    Hukum Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan dan Tujuan Bernegara

Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 (UU No. 17 Tahun 2003) tentang Keuangan Negara mengatur kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara.
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terdapat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat yaitu “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial …”.
Dari rumusan tersebut, tersirat adanya tujuan nasional/Negara yang ingin dicapai sekaligus merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh Negara, yaitu:
1.       Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2.       Memajukan kesejahteraan umum;
3.       Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4.       Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

B.    Fungsi Presiden sebagai Pemegang Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara


1.       Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. (Pengertian Kekuasaan Pemerintahan adalah sebagaimana tertuang dalam: (i) pasal 4 ayat 1 UUD 1945: “ Presiden Republik Indonesia memegang     kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”[kewenangan atributif] dan (ii) pasal 5 ayat 2 UUD 1945 yakni “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya” dan pasal-pasal tentang “Kementerian Negara, Pemerintahan Daerah”); [hal ini bermakna Presiden selaku pemegang kekuasaan Pemerintahan, maka berkewajiban menjalankan Undang-undang].
2.       Presiden secara otomatis karena perannya dalam Pemerintahan yang bila dikaitkan dengan Keuangan Negara haruslah sebagai “penguasa” atas Keuangan Negara tersebut, karena HAL KEUANGAN (pasal 23 UUD 1945) dipergunakan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Dasar disatu sisi dan keharusan seorang Presiden sebagai kepala pemerintahan yang mendapat tugas untuk melaksanakan hal tersebut.




C.    Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara.


1.       Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.
2.       Tujuan bernegara tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 :”………. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…..”
3.       Tujuan Negara (tujuan bernegara) yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945 tersebut yakni “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” diperlukan adanya biaya atau dana yang memadai, karena wujud “perlindungan bangsa” tersebut bisa berupa peningkatan anggaran “Hankam” maupun “Kepolisian”; begitu juga wujud “mencerdaskan kehidupan bangsa” dapat berupa peningkatan anggaran “pendidikan” dsb.
4.       Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam ayat (diatas) setiap tahun disusun APBN dan APBD.

D.   Kekuasaan Pengelolaan Fiskal

Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintah. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan kepada:
1.       Menteri Keuangan selaku Pengelolaan Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
2.       Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
3.       Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan;
4.       Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap Menteri/Pimpinan Lembaga pada hakekatnya adalah  Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan.
Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme cheks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Kewenangan pengelolaan Keuangan Negara sebagaimana dimaksud meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus.
Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan penerimaan negara.
Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan piutang negara.
Menteri Keuangan, dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, mempunyai tugas sebagai berikut:
1.       Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
2.       Menyusun rencana APBN dan rancangan perubahan APBN;
3.       Mengesyahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
4.       Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
5.       Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;
6.       Melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
7.       Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
8.       Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.

Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai berikut:
1.       Menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
2.       Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
3.       Melaksanakan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
4.       Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;
5.       Mengelola utang dan piutang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
6.       Mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
7.       Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawab berdasarkan ketentuan undang-undang;
8.       Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.

E.    Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Daerah.

Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara oleh Presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

PERTEMUAN 4


A.    Dasar Hukum Perencanaan Nasional

Peraturan Perundang-undangan di dalam Perencanaan dan Penganggaran:
1.       Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2.       Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN);
3.       Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
4.       Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;

B.    Definisi dan Ruang Lingkup Perencanaan Nasional

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah (1) satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan; (2) untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan; (3) yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Proses Perencanaan:
1.       Pendekatan Politik: Pemilihan Presiden/Kepala Daerah menghasilkan rencana pembangunan hasil proses politik (public choice theory of planning), khususnya penjabaran Visi dan Misi dalam RPJM/D.
2.       Proses Teknokratik: menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.
3.       Partisipatif: dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholders, antara lain melalui Musrenbang.
4.       Proses top-down dan bottom-up: dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan.
Ruang Lingkup Perencanaan (UU25/2004):
1.       Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-Nasional)
2.       Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-Nasional)
3.       Renstra Kementerian / Lembaga (Renstra KL) Peraturan Pimpinan KL
4.       Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Per Pres
5.       Rencana Kerja Kementerian / Lembaga (Renja KL) Peraturan Pimpinan KL

C.    Siklus Perencanaan Nasional

1.    Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (disingkat RPJP Nasional), adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 20 (dua puluh) tahun. RPJP Nasional untuk tahun 2005 sampai dengan 2025 diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007. Pelaksanaan RPJP Nasional 2005-2025 terbagi dalam tahap-tahap perencanaan pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka menengah nasional 5 (lima) tahunan. Proses penyusunan dan penetapan RPJP telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 pada bab 5 pasal 10 sampai pasal 13.

2.    Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, (disingkat RPJM Nasional), adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun. Proses penyusunan dan penetapan RPJM diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 pada bab 5 pasal 14 sampai pasal 19.

3.    Rencana Pembangunan Tahunan

Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode 1 (satu) tahun. Proses penyusunan dan penetapan RPJM diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 pada bab 5 pasal 20 sampai pasal 27.



PERTEMUAN 5

A.    Pengertian Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal ini adalah kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan cara memanipulasi anggaran pendapatan dan belanja negara artinya pemerintah dapat meningkatkan atau menurunkan pendapatan negara dan belanja negara dengan tujuan untuk memengaruhi tinggi rendahnya pendapatan nasional.
Pada umumnya pemerintah akan berusaha menentukan target belanja negara, kemudian menentukan tingkat pendapatannya paling tidak dapat menutup seluruh anggaran belanja yang telah ditetapkan tersebut. Hanya saja menurut kebiasaan yang terjadi sangat sulit bagi negara untuk bisa menyesuaikan belanja negara terhadap pendapatannya. Hal ini disebabkan oleh adanya kebutuhan untuk menyediakan barang dan jasa serta membelanjai keperluan lain terlalu besar sedang pendapatan negara relatif sangat rendah.

B.    Fungsi, Asas, Prinsip dan Klasifikasi Anggaran

1.    Fungsi

Anggaran merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan juga pendapatan negara untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah dan prioritas pembangunan secara umum.
Anggaran memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan dan pengeluaran adalah hak bahwa tugas negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Pendapatan Surplus dapat digunakan untuk membiayai belanja publik tahun fiskal berikutnya.
a.       Fungsi otorisasi, menyiratkan bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja untuk tahun ini, dengan demikian, pengeluaran atau pendapatan bertanggung jawab kepada rakyat.Perencanaan fungsi, menyiratkan bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan untuk tahun ini. Ketika pengeluaran pra-direncanakan, maka negara dapat membuat rencana untuk mendukung belanja ini. Sebagai contoh, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Dengan demikian, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar berjalan lancar.
b.       Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan organisasi pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi orang untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
c.       Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
d.       Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
e.       Fungsi stabilisasi, yang berarti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi.

2.    Asas

APBN  sendiri disusun dengan berdasarkan asas-asas :
a.       Kemerdekaan, yaitu meningkatkan sumber pendapatan dalam negeri.
b.       Tabungan atau peningkatan efisiensi dan produktivitas.
c.       Memperbaiki prioritas pembangunan.
d.       Berfokus pada prinsip-prinsip dan hukum negara.

3.    Prinsip

Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN, ada tiga, yaitu :
a.       Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan deposit.
b.       Intensifikasi penagihan dan pengumpulan negara piutang.
c.       Penuntutan kompensasi atas kerugian yang diderita oleh negara dan denda penuntutan.
Berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah :
a.       Menyimpan, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan.
b.       Sutradara, dikendalikan, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
c.       Sebisa mungkin menggunakan produk dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

4.    Klasifikasi

Klasifikasi anggaran merupakan pengelompokan anggaran berdasarkan organisasi, fungsi, dan jenis belanja (ekonomi). Pengelompokan tersebut memiliki tujuan untuk melihat besaran alokasi anggaran menurut organisasi K/L, tugas-fungsi pemerintah, dan belanja K/L. Klasifikasi anggaran terbagi ke dalam 3 jenis yakni klasifikasi menurut organisasi, klasifikasi menurut fungsi dan klasifikasi menurut ekonomi. Penyusunan belanja negara dalam APBN dirinci menurut klasifikasi organisasi, klasifikasi fungsi, dan klasifikasi ekonomi.

a.     Klasifikasi Menurut Organisasi

Klasifikasi anggaran menurut organisasi merupakan pengelompokan alokasi anggaran belanja sesuai dengan struktur organisasi K/L. Klasifikasi anggaran belanja berdasarkan organisasi menurut K/L disebut Bagian Anggaran (BA). Bagian anggaran merupakan kelompok anggaran menurut nomenklatur K/L, oleh karenanya setiap K/L mempunyai kode bagian anggaran tersendiri. Sebagai contoh kode BA untuk LIPI adalah 079. Kode BA ini tersusun atas 3 digit angka. Adapun kode unit eselon 1 untuk LIPI adalah 01, sehingga jika digabung menjadi 079.01.

b.     Klasifikasi Menurut Fungsi

Klasifikasi anggaran menurut fungsi, merinci anggaran belanja menurut fungsi dan sub fungsi. Fungsi itu sendiri memiliki pengertian perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Subfungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari fungsi. Klasifikasi anggaran menurut fungsi yang berlaku saat ini ada 11 (sebelas) fungsi yaitu:
1)      Pelayanan umum
2)      Pertahanan
3)      Ketertiban dan Keamanan
4)      Ekonomi
5)      Lingkungan Hidup
6)      Perumahan dan fasilitas umum
7)      Kesehatan
8)      Pariwisata
9)      Agama
10)   Pendidikan dan Kebudayaan
11)   Perlindungan sosial
Penggunaan fungsi dan subfungsi disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing K/L. Penggunaanya dikaitkan dengan kegiatan (merupakan penjabaran program) yang dilaksanakan, sehingga suatu program dapat menggunakan lebih dari satu fungsi. Untuk mengetahui fungsi dan subfungsi ini kita bisa mengeceknya dalam dokumen DIPA satker masing-masing atau bisa ditanyakan langsung melalui unit yang menangani keuangan pada satker masing-masing. Kode-kode ini biasanya tercantum dalam proposal-proposal yang akan diajukan dalam program/kegiatan yang ada pembiayaanya melalui DIPA.

c.     Klasifikasi Menurut Ekonomi (Jenis Belanja)

Jenis belanja dalam klasifikasi belanja digunakan dalam dokumen anggaran baik dalam proses penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran, dan pertanggungjawaban/pelaporan anggaran. Adapun klasifikasi anggaran menurut jenis belanja terdapat 8 jenis yaitu:
1)      Belanja Pegawai
Belanja pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah (pejabat negara, PNS, dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS) yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal dan/atau kegiatan yang mempunyai output dalam kategori belanja barang.
2)      Belanja Barang
Yaitu pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja barang dapat dibedakan menjadi Belanja Barang (Operasional dan Non Operasional), belanja jasa, belanja pemeliharaan, serta belanja perjalanan dinas.
3)      Belanja Modal
Yaitu pengeluaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah nilai aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya 1 tahun periode) serta melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah.
Mengenai batas minimal nilai kapitalisasi Untuk pengadaan peralatan dan mesin adalah batas minimal harga pasar per unit barang sebesar Rp. 300.000 dan untuk bangunan minimal sebesar Rp. 10.000.000.
Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja atau dipergunakan oleh masyarakat/publik namun tercapat dalam registrasi aset K/L terkait serta bukan untuk dijual.
Mengenai belanja modal, detailnya saya akan coba bahas dalam tulisan yang selanjutnya.
4)      Bunga Utang
Yaitu pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang, baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan jaminan. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari bagian anggaran BUN (Bendahara Umum Negara).
5)      Belanja Subsidi
Yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Contohnya adalah belaja subsidi untuk BBM. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari bagian anggaran BUN.
6)      Belanja Bantuan Sosial (Bansos)
Yaitu transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Belanja bantuan sosial diberikan dalam bentuk uang, barang, dan jasa.
7)    Belanja Hibah
Merupakan belanja pemerintah pusat kepada pemerintah negara lain, organisasi internasional, dan pemerintah daerah yang bersifat sukarela, tidak wajib, tidak mengikat, dan tidak perlu dibayar kembali serta tidak terus menerus dan dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemberi hibah dan penerima hibah dengan pengalihan hak dalam bentuk uang, barang, atau jasa.
8)    Belanja Lain-lain
Pengeluaran negara untuk pembayaran atas kewajiban pemerintah yang tidak termasuk dalam kategori belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja pembayaran utang, belanja subsidi, belanja hibah, dan belanja bantuan sosial serta bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.

PERTEMUAN 6


A.    Siklus Penganggaran APBN

Hasil gambar
Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam proses penyusunan RAPBN, antara lain siklus APBN, kondisi ekonomi domestik dan internasional yang tercermin dalam asumsi dasar ekonomi makro, berbagai kebijakan APBN dan pembangunan, parameter konsumsi komoditas bersubsidi, kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara, resiko fiskal dan kinerja pelaksanaan APBN dari tahun ke tahun.
Siklus adalah putaran waktu yang berisi rangkaian kegiatan secara berulang dengan tetap dan teratur. Oleh karena itu, Siklus APBN dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang berawal dari perencanaan dan penganggaran sampai dengan pertanggungjawaban APBN yang berulang dengan tetap dan teratur setiap tahun anggaran.
Siklus APBN diawali dengan tahapan kegiatan perencanaan dan penganggaran APBN. Terkait penyusunan rencana anggaran (kapasitas fiskal), Pemerintah, BPS, Bank Indonesia mempersiapkan asumsi dasar ekonomi makro yang akan digunakan sebagai acuan penyusunan kapasitas fiskal oleh Pemerintah. Selain itu juga disiapkan konsep pokok-pokok kebijakan fiskal dan ekonomi makro.
Dalam tahapan ini, terdapat dua kegiatan penting yaitu: perencanaan kegiatan (Perencanaan) dan perencanaan anggaran (Penganggaran). Dalam perencanaan, para pemangku kepentingan terutama Kementerian Negara/Lembaga (K/L) menjalankan perannya untuk mempersiapkan RKP/RKAKL yang mencerminkan prioritas pembangunan yang telah ditetapkan oleh Presiden dan mendapat persetujuan DPR. Setelah melalui pembahasan antara K/L selaku chief of operation officer (COO) dengan Menteri Keuangan selaku chief financial officer (CFO) dan Menteri Perencanaan, dihasilkan Rancangan Undang-Undang APBN yang bersama Nota Keuangan kemudian disampaikan kepada DPR. Setelah dilakukan pembahasan antara Pemerintah dan DPR, dengan mempertimbangkan masukan
DPD, DPR memberikan persetujuan dan pengesahan sehingga menjadi Undang undang APBN, di mana tahapan kegiatan ini disebut penetapan APBN. Pada tahapan selanjutnya, pelaksanaan APBN dilakukan oleh K/L dan Bendahara Umum Negara dengan mengacu pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagaialat pelaksanaan APBN. Bersamaan dengan tahapan pelaksanaan APBN, K/L dan
Bendahara Umum Negara melakukan pelaporan dan pencatatan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sehingga menghasilkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK). Atas LKPP tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan, dan LKPP yang telah diaudit oleh BPK tersebut disampaikan oleh Presiden kepada DPR dalam bentuk rancangan undang-undang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN untuk dibahas dan disetujui. 

B.    Penyusunan RKP, Penyusunan RKA-K/L, Penyusunan Pagu Definitif, dan Penetapan APBN

1.    RKP

Rencana Kerja Pemerintah merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, memuat rancangan kerangka ekonomi makro yang termasuk didalamnya arah kebijakan fiskal dan moneter, prioritas pembangunan, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
RKP dimaksudkan sebagai upaya pemerintah secara menyeluruh untuk mewujudkan tujuan bernegara. Untuk itu, RKP tidak hanya memuat kegiatan-kegiatan dalam kerangka investasi pemerintah dan pelayanan publik, tetapi juga untuk menjalankan fungsi pemerintah sebagai penentu kebijakan dengan menetapkan kerangka regulasi guna mendorong partisipasi masyarakat.
Penyusunan RKP Ketentuan mengenai pokok-pokok penyusunan RKP adalah sebagai berikut:
a.       Dasar penyusunan RKP adalah Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja-KL) dan Rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) provinsi, kabupaten, dan kota sebagai bahan masukan. Renja-KL disusun dengan berpedoman pada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) dan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif serta memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
b.       Kementerian Perencanaan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan untuk menyelaraskan antar Renja-KL dan antara kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang tercantum dalam Renja-KL dengan Rancangan RKPD.
c.       Hasil musyawarah perencanaan pembangunan digunakan untuk memutakhirkan Rancangan RKP yang akan dibahas dalam sidang kabinet untuk ditetapkan menjadi RKP dengan keputusan presiden paling lambat pertengahan bulan Mei.
d.       RKP digunakan sebagai bahan pembahasan kebijakan umum dan prioritas anggaran di DPR.
e.       Dalam hal RKP yang ditetapkan berbeda dengan hasil pembahasan dengan DPR, pemerintah menggunakan RKP hasil pembahasan dengan DPR.

2.    RKA-K/L

RKA-KL adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu kementerian negara/lembaga yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.
Proses rinci penyusunan RKA-KL adalah sebagai berikut:
a.       Menteri/pimpinan lembaga setelah menerima surat edaran menteri keuangan tentang pagu sementara bagi masing-masing program pada pertengahan bulan Juni, menyesuaikan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja–KL) menjadi RKA-KL yang dirinci menurut unit organisasi dan kegiatan.
b.       Kementerian negara/lembaga membahas RKA-KL tersebut bersama-sama dengan komisi terkait di DPR. Hasil pembahasan RKA-KL tersebut disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Juli.
c.       Kementerian Perencanaan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
d.       Kementerian Keuangan menelaah kesesuaian antara RKA-KL hasil pembahasan bersama DPR dengan surat edaran menteri keuangan tentang pagu sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya dan standar biaya yang telah ditetapkan.
e.       Menteri keuangan menghimpun semua RKA-KL yang telah ditelaah, selanjutnya dituangkan dalam Rancangan APBN dan dibuatkan Nota Keuangan untuk dibahas dalam sidang kabinet.
f.        Nota Keuangan dan Rancangan APBN beserta himpunan RKA-KL yang telah dibahas disampaikan pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Agustus untuk dibahas bersama dan ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN selambatlambatnya pada akhir bulan Oktober.
g.       RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam keputusan presiden tentang rincian APBN selambat-lambatnya akhir bulan November.
h.       Keputusan presiden tentang rincian APBN tersebut menjadi dasar bagi masing-masing kementerian negara/lembaga untuk menyusun konsep dokumen pelaksanaan anggaran.
i.         Konsep dokumen pelaksanaan anggaran disampaikan kepada menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara selambatlambatnya minggu kedua bulan Desember.
j.         Dokumen pelaksanaan anggaran disahkan oleh menteri keuangan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember.

3.    Pagu Definitif (Nota Keuangan dan RUU APBN)

Dalam rangka pengawasan pelaksanaan APBN, sejak dimulainya pelaksanaan tahun anggaran, DJA melakukan koordinasi monitoring dan evaluasi atas realisasi indikator ekonomi makro terkait dengan asumsi dasar ekonomi makro dan realisasi APBN tahun anggaran berjalan. Kegiatan ini menghasilkan keluaran berupa laporan monitoring dan evaluasi pelaksanaan APBN. Dari kegiatan ini, dapat diketahui kemungkinan terdapatnya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi realisasi pelaksanaan APBN sebagaimana disebutkan dalam pasal 27 ayat (3) UU No.17 tahun 2003.
Dalam kondisi normal, untuk memonitor faktor-faktor ekonomi yang sangat mempengaruhi APBN, maka sejak APBN mulai dilaksanakan dilakukan monitoring pelaksanaan APBN dan exercise perkiraan realisasinya. Terkait kegiatan tersebut,dilakukan koordinasi mengenai outlook asumsi dasar ekonomi Makro tahunanggaran berjalan. DJA menjadi penanggung jawab koordinasi ini yang akan menghasilkan keluaran berupa draft postur APBN-P.
Karena APBN 2014 disusun berdasarkan perkiraan realisasi APBN 2013, maka bila pada akhir tahun 2013 terdapat perbedaan yang signifikan antara realisasi dengan perkiraan realisasinya, maka harus segera dilakukan reviu terhadap besaran APBN 2014. Hal tersebut dapat menjadi iindikasi bahwa RAPBN perubahan 2014 harus disampaikan ke DPR lebih awal dari jadwal normal.
Dalam rangka menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi tersebut, secara periodik  diadakan rapat di lingkungan DJA terkait kebijakan yang akan diambil. Dalam rapat yang diselenggarakan selama pekan keempat sampai dengan kelima Maret ini dihasilkan keluaran berupa kesepakatan terkait kemungkinan penyesuaian APBN untuk tahun anggaran berjalan.
Berdasarkan outlook asumsi dasar ekonomi Makro yang diperoleh dari hasil koordinasi tersebut, dilakukan penyusunan exercise dan penetapan postur APBN-P 2013. Exercise ini bertujuan untuk menyusun draft APBN-P dengan berbagai skenario kebijakan. Kegiatan ini dilakukan oleh DJA c.q Dit. P-APBN sepanjang bulan Maret sampai dengan bulan April ketika draft RAPBN-P siap diajukan ke DPR.
Skenario ini diperlukan untuk mengendalikan APBN, sehingga menjadi lebih realistis misalnya ketika situasi pertumbuhan ekonomi diperkirakan tidak mencapai target, maka target penerimaan dari perpajakan sulit untuk dicapai. Kondisi belanja yang lebih besar dari pendapatan ini dapat memperbesar defisit APBN yang untuk menutupnya, maka harus ditetapkan sumber-sumber pendanaan. Sehubungan dengan keterbatasan penggunaan Sisa Anggaran Lebih dan pembiayaan melalui penjualan barang milik Negara, maka sisa defisit harus ditutup dengan menerbitkan surat utang atau melakukan pemotongan belanja.
Berkenaan dengan dampak APBN terhadap ketahanan fiskal, bahkan perekonomian Indonesia, maka proses penyusunan exercise dan penetapan postur APBN-P harus dilakukan secermat mungkin. Penyusunan exercise ini dilakukan dengan memperhatikan besaran target defisit yang tetap memungkinkan untuk memberi ruang bagi program-program pembangunan dan pengentasan kemiskinan namun tetap pada besaran yang mampu diserap pembiayaan APBN sehingga tidak membebani generasi yang akan datang. Selama pekan kesatu bulan Mei, pembahasan postur APBN kemudian dilakukan dalam rapat koordinasi antar Unit Eselon II DJA. Dari hasil rapat koordinasi ini, banyak terdapat masukan yang memungkinkan postur APBN yang telah disusun oleh Dit. P-APBN berubah, terutama jika terdapat kebijakan atau perubahan asumsi dasar ekonomi makro, pokok-pokok kebijakan fiskal, keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran, dan keadaan yang menyebabkan SAL tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran. Oleh karena itu, rapat koordinasi ini juga menghasilkan keluaran berupa draft postur RAPBN-P.
Selain penyusunan postur RAPBN-P, Dit.P-APBN juga menyiapkan draft Nota Keuangan draft RUU RAPBN-P yang akan dibahas pada Rapat Pimpinan DJA dalam rangka koordinasi antar unit Eselon I. Rapim ini dilakukan pada pekan kesatu sampai kedua bulan Mei untuk membahas draft RUU RAPBN-P sehingga dicapai kesepakatan mengenai draft postur hasil pembicaraan Rapim antar unit Eselon I.   Pada jadwal yang hampir bersamaan pula, yaitu pekan kedua bulan Mei, diselenggarakan rapat pimpinan Kementerian Keuangan yang menghasilkan keluaran berupa hasil kesepakatan. Pada kesempatan ini juga, DJA selaku penanggung jawab menyampaikan draft Nota Keuangan dan RUU APBN-P ke seluruh Eselon I Kementerian Keuangan terkait seperti BKF, DJPK, dan DJPU.
Masukan dari unit Eselon I ini dijadwalkan diterima juga pada pekan kedua bulan Mei. Oleh DJA c.q Dit. P-APBN, masukan ini diakomodasi dalam bentuk perbaikan draft Nota Keuangan dan RAPBN-P beserta RUU-nya beserta draft bahan rapim.  Draft Nota Keuangan dan RAPBN-P beserta RUU-nya yang telah diperbaiki dengan mengakomodasi masukan dari unit Eselon I lain kemudian disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk dikoreksi pada pekan kedua bulai Mei. Setelah Menteri Keuangan menyampaikan koreksi, pada pekan ketiga Mei, draft Nota Keuangan dan RAPBN-P beserta RUU-nya diperbaiki dan dilengkapi sesuai dengan hal-hal terdapat dalam koreksi Menteri Keuangan. Selanjutnya, DJA, BKF, DJPK, dan DJPU menyiapkan draft bahan sidang kabinet.
Sidang kabinet pengambilan keputusan terkait APBN-P dijadwalkan pada pekan ketiga bulan Mei. Penanggung jawab kegiatan ini adalah Pusat Harmonisasi Kebijakan (Pushaka) dengan keluaran berupa keputusan sidang kabinet Berdasarkan masukan yang diperoleh sampai dengan sidang kabinet, makasebagai penanggung jawab, DJA c.q Dit. P-APBN melakukan kegiatan penulisan Nota Keuangan dan RAPBN-P tahun anggaran berjalan besrta RUU APBN-P.
Penulisan ini dilakukan selama pekan ketiga bulan Mei dengan keluaran berupa Nota Keuangan dan RAPBN-P 2013 serta RUU APBN-P 2013. Selanjutnya, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan menyampaikan RUU APBN-P ke Sekretariat Negara untuk memperoleh Ampres dan dilanjutkan ke DPR yang dijadwalkan pada pekan ketiga bulan Juni. Selanjutnya, dalam tenggat waktu yang sama, Sekretariat Jenderal menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN-P ke DPR untuk dilakukan pembahasan.

4.    Penetapan APBN

Setelah RUU APBN dibahas antara Pemerintah dengan DPR yang diakhiri dengan rapat kerja  antara Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Gubernur Bank Indonesia pada pekan pertama di bulan Oktober, maka hasil pembahasan ini dilaporkan dalam rapat paripurna untuk ditetapkan. Sebelum menetapkan RUU APBN, rapat paripurna ini didahului dengan: 
a.       Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini sebagai sikap akhir fraksi, dan hasil Pembicaraan Tingkat I;
b.       Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
c.       Pendapat akhir pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Keuangan disertai lampiran berupa Laporan kesepakatan Badan Anggaran dan pendapat akhir Pemerintah.
Hasil pembahasan dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan Rancangan APBN dan RUU tentang APBN yang berupa Laporan Panitia Kerja (ditandatangani oleh Pimpinan Panitia Kerja Banggar dan Direktur Jenderal) selaku coordinator panja dari pemerintah,dan  Kesimpulan Badan Anggaran (ditandatangani oleh pimpinan Banggar,  Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah) dengan disertai lampiran angka dasar belanja Kementerian Negara/Lembaga (ditandatangani Direktur Jenderal Anggaran). Selain itu, hasil penetapan RKA-K/L disampaikan kepada Menteri Keuangan, dengan terlebih dahulu disetujui dan ditandatangani oleh pimpinan komisi terkait. 
Setelah UU APBN dan RKA-K/L ditetapkan, maka Menteri Keuangan menerbitkan surat kepada Kementerian negara/Lembaga sesuai dengan berita acara hasil kesepakatan pembahasan RAPBN antara Pemerintah dengan DPR. Surat ini menjadi dasar alokasi anggaran untuk Kementerian/Lembaga sebagai batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Kementerian negara/Lembaga. Selanjutnya, dilakukan forum penelaahan RKA-K/L khususnya yang mengalami perubahan oleh DJA dengan Dit, Anggaran I, II, dan III sebagai penanggung jawab. Penelaahan ini untuk memastikan kesesuaian antara RKA-K/L dengan alokasi anggaran hasil kesepakatan dengan DPR. 
RKA-K/L hasil penelaahan tersebut, kemudian dihimpun oleh Kementerian Keuangan c.q DJA untuk dijadikan bahan penyusunan Keputusan Presiden tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. Penyusunan dan penetapan Keppres ini dijadwalkan pada pekan kedua Oktober sampai dengan pekan ketiga November. Berdasarkan Keputusan Presiden yang ditetapkan dan RKA-K/L, Kementerian negara/Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran. Paling lambat tanggal 31 Desember, Menteri Keuangan harus sudah mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran untuk menjadi dasar bagi Kementerian negara/Lembaga melaksanakan kegiatan/programnya.

C.    Mekanisme Revisi RKA-K/L

1.       Perubahan rumusan sasaran kinerja dalam databaseRKA-K/L dapat dilakukan dalam rangka menindaklanjuti adanya perubahan struktur organisasi beserta tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, dan/atau penataan arsitektur dan informasi kinerja sesuai dengan konsep kerangka berpikir.
2.       Perubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam databaseRKA-K/L terdiriatas:
a.       perubahanrumusanKeluaran(Output);
b.       perubahan rumusan Keluaran (Output) disertai dengan perubahan jumlah Keluaran (Output); dan/atau
c.       perubahanrumusandan/atau perubahan jumlah rumusan kinerja selainrumusan Keluaran (Output).
3.       Perubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam databaseRKA-K/L dapatdilakukan:
a.       sebagaiakibatadanyaperubahanrumusan nomenklatur, perubahanstruktur organisasi, perubahan tugasdanfungsiorganisasi/unit organisasi, dan/atau adanya tambahan penugasan;
b.       sesuai dengan konsep logika berpikir; dan/atau
c.       dengan disertai perubahan komponen input untuk menghasilkan Keluaran (Output) dengan rumusan baru sepanjang tidakmengubahtotal anggaran per Satker.
4.       Tata caraperubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam database RKA-K/L diatur dengan ketentuansebagaiberikut:
a.       usulanperubahan rumusan Keluaran (Output) diajukan olehSekretaris Jenderal/SekretarisUtama/ Sekretaris/PejabatEselonI Kementerian/Lembaga kepada DirekturJenderalAnggaran;
b.       perubahan rumusan Keluaran (Output) dilakukan dengan menggunakan aplikasi Arsitektur dan Informasi Kinerja;
c.       dalam hal jumlah rumusan Keluaran (Output) dan komponen input-nya berubah, terhadap usul perubahan rumusan Keluaran (Output) dilakukan penelaahan oleh Direktorat Jenderal Anggaran;
d.       hasil perubahan rumusan Keluaran(Output) digunakansebagaidasaruntuk melakukan perubahan database RKA-K/L ; dan
e.       perubahan database RKA-K/L menjadi dasar pengajuan revisi RKA-K/L  kepada Direktur Jenderal Anggaran
5.       Perubahanrumusan sasaran kinerja dalam database RKA-K/L dapatdilakukan:
a.       sebagaiakibat adanya perubahan organisasi atau perubahanperumusan nomenklatur, antara lain perubahan nomenklatur Program, indikator kinerja program, kegiatan, indikator kinerja kegiatan, fungsi, perubahan tugasfungsi unit, dan/atau adanya tambahan penugasan; dan
b.       sepanjang tidakmengubahpaguanggarandantidakmengurangi volume Keluaran (Output) KegiatanPrioritas Nasional, Kegiatan prioritasbidang, dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.
6.       Tata cara perubahan rumusan sasaran kinerja dalam database RKA-K/L diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       usulan perubahan rumusan dan/atau perubahan jumlah sasaran kinerja selain rumusan Keluaran (Output) diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/ Lembaga kepada Direktur Jenderal Anggaran;
b.       perubahan rumusan dan jumlah rumusan sasaran kinerja selain rumusan Keluaran (Output) dapat ditetapkan sepanjang telah disepakati dalam pertemuan tiga pihak (trilateral meeting);
c.       hasil perubahanrumusan dan/atau perubahan jumlah rumusan sasaran kinerja selain rumusan Keluaran (Output) digunakan sebagai dasar untuk melakukan perubahan database RKA-KL; dan
d.       perubahan database RKA-KL DIPA menjadi dasar pengajuan revisi RKA-K/L kepada Direktur Jenderal Anggaran

D.   Prioritas Pembangunan Nasional

Penyusunan RAPBN untuk tahun direncanakan diawali dengan penetapan Arah Kebijakan dan prioritas pembangunan nasional oleh Presiden yang didasarkan pada hasil evaluasi kebijakan berjalan (sesuai pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) No. 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga). Penetapan Arah Kebijakan ini dilakukan pada bulan Januari. Berdasarkan pasal 1 ayat 5 PP No.90 tahun 2010, Arah Kebijakan adalah penjabaran urusan pemerintahan dan/atau prioritas pembangungan sesuai dengan visi dan misi Presiden yang rumusannya mencerminkan bidang urusan tertentu dalam pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Kementerian Negara/Lembaga. Oleh karena itu, arah Kebijakan ini berisi satu atau beberapa program untuk mencapai sasaran strategis penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan indikator kinerja yang terukur. Penetapan Arah Kebijakan ini juga menjadi dasar awal dari penyusunan kebijakan fiskal dalam RAPBN untuk pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR.
Penyusunan konsep arah kebijakan untuk tahun anggaran yang direncanakan dimulai sejak bulan November dua tahun sebelum tahun anggaran berjalan. Misalnya, untuk arah kebijakan tahun anggaran 2014, maka penyusunan konsep arah kebijakan dimulai sejak bulan November 2012 sehingga dapat disampaikan oleh Presiden pada bulan Januari 2013. Dengan demikian, arahan tersebut didasarkan pada berbagai kondisi dan kebijakan yang terjadi di tahun 2012 dengan rencana di tahun 2013.
Menteri Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Anggaran memegang peranan penting dalam menyusun usulan konsep arah kebijakan tersebut. Kegiatan penyusunan konsep arah kebijakan diawali dengan inventarisasi berbagai arahan Presiden pada berbagai forum melalui berbagai dokumen risalah sidang kabinet, rapat terbatas, retreat, atau acara rapat pimpinan lainnya. Selanjutnya, rumusan arahan tersebut  digunakan sebagai bahan acuan dan pertimbangan dari penyusunan arah, prioritas, dan kebijakan tahun yang direncanakan dalam APBNnya. 
Berdasarkan bahan-bahan yang dikumpulkan melalui inventarisasi danklasifikasi arahan menurut tema dan bidang, kemudian diformulasikan konsep usulan arah kebijakan oleh Kementerian Keuangan (khususnya Direktorat Jenderal Anggaran). Konsep arah kebijakan Presiden untuk RAPBN  yang merupakan bahan acuan untuk kebijakan umum RAPBN ini disampaikan sebagai usulan Menteri Keuangan kepada Presiden dalam sidang kabinet tentang persiapan penyusunan RAPBN tahun yang direncanakan.



PERTEMUAN 7


A.    Pengertian Perbendaharaan Negara, Kas Negara, Rekening Kas Negara/Rekening Kas Umum Negara atau Daerah, Piutang/Utang Negara atau Daerah

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang-Undang tersebut ditetapkan bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. 
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan untuk membayar seluruh pengeluaran negara.
Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral.
Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan Uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.
Utang negara (Inggris: Sovereign debt) adalah utang yang dijamin oleh pemerintah, sering disebut sebagai utang luar negeri. Dalam rangka mengumpulkan uang, pemerintah akan menerbitkan obligasi dan menjualnya kepada investor asing (pemberi pinjaman). Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.

B.    Ruang Lingkup Perbendaharaan Negara

Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 1, meliputi:
1.       pelaksanaan pendapatan dan belanja negara;
2.       pelaksanaan pendapatan dan belanja daerah;
3.       pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara;
4.       pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran daerah;
5.       pengelolaan kas;
6.       pengelolaan piutang dan utang negara/daerah;
7.       pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah;
8.       penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan negara/daerah;
9.       peyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD;
10.   penyelesaian kerugian negara/daerah;
11.   pengelolaan Badan Layanan Umum;
12.   perumusan standar, kebijakan, serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD

C.    Asas Umum Perbendaharaan Negara

1.       Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara.
2.       Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah.
3.       Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
4.       Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN.
5.       Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD.
6.       Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan/atau tidak terduga disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah.
7.       Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN/APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga\

D.   Pengertian Pejabat Perbendaharaan

Pejabat Perbendaharaan adalah para pengelola keuangan pada satker yang diberi tugas sebagai kuasa pengguna anggaran, penguji dan penerbit Surat Perintah Membayar (SPM), dan pelaksana tugas kebendaharaan. Pejabat Perbendaharaan tersebut terdiri dari KPA, PP SPM dan Bendahara Pengeluaran.

E.    Pengertian BUN (Bendahara Umum Negara)

Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara. Menteri Keuangan adalah selaku Bendahara Umum Negara

F.    Pengertian Bendahara Penerimaan/Pengeluaran

Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggung-jawabkan uang pendapatan negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mem-pertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.

PERTEMUAN 8


A.    Pengertian dan Dasar Hukum Pelaksanaan Anggaran

Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari Siklus anggaran yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Siklus anggaran dimulai dari tahap penyusunan dan penetapan APBN. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya (misal tahun anggaran 2008) kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan (misal tahun 2007). Kemudian pemerintah pusat dan DPR membahas  kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh pemerintah pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
Dasar Hukum :
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
  5. Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 tahun 2004.
  6. Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004.
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN.
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar.( Bagan Perkiraan Standar adalah daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan anggaran, serta pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah pusat)
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.05/2007 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA Tahun 2008.(setiap tahun dikeluarkan PMK ttg ini).  
  10. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN.  (sudah diubah(?) dengan perDJPBN tgl....No....)

B.    Pengertian dan Aspek Hukum Dokumen Pelaksanaan Anggaran

Wujud Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang berlaku mulai tahun anggaran 2005*) berupa daftar isian yang memuat uraian sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, rencana penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun serta pendapatan yang diperkirakan oleh kementerian negara/lembaga, sehingga dokumen pelaksanaan anggaran tersebut disebut daftar isian pelaksanaan anggaran atau disingkat DIPA. DIPA tersebut disusun atas dasar Peraturan Presiden tentang rincian APBN.
Konsep DIPA yang telah selesai disusun oleh Kuasa Pengguna Anggaran satker disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA pusat dan kepada Kepala Kanwil DJPB untuk DIPA daerah. Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menelaah kesesuaian konsep DIPA dengan rincian APBN yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden dan kemudian mengesahkan DIPA pusat. Sedangkan Kepala Kanwil DJPB atas nama Menteri Keuangan selaku BUN menelaah kesesuaian konsep DIPA dengan rincian APBN yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden dan kemudian mengesahkan DIPA daerah.
Apabila dalam batas waktu yang ditentukan (akhir tahun anggaran) Kuasa Pengguna Anggaran satker belum menyampaikan konsep DIPA, maka Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB tetap menerbitkan Surat Pengesahan DIPA yang dilampiri konsep DIPA (sementara) yang dibuat oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB berdasarkan Surat Rincian Alokasi Anggaran (SRAA) dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) atau Peraturan Presiden tentang Rincian APBN. DIPA (sementara) ini dapat dipakai sebagai dasar penerbitan surat perintah membayar dengan ketentuan bahwa dana yang dapat dicairkan dibatasi untuk pembayaran gaji pegawai, pengeluaran keperluan sehari-hari perkantoran, daya dan jasa, dan lauk pauk/bahan makanan. Sedangkan dana untuk jenis pengeluaran lainnya harus diblokir.

C.    Mekanisme Penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA)


D.   Mekanismer Revisi DIPA

1.       Perubahan rumusan sasaran kinerja dalam database DIPA dapat dilakukan dalam rangka menindaklanjuti adanya perubahan struktur organisasi beserta tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, dan/atau penataan arsitektur dan informasi kinerja sesuai dengan konsep kerangka berpikir.
2.       Perubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam database DIPA terdiriatas:
a.       perubahanrumusanKeluaran(Output);
b.       perubahan rumusan Keluaran (Output) disertai dengan perubahan jumlah Keluaran (Output); dan/atau
c.       perubahanrumusandan/atau perubahan jumlah rumusan kinerja selainrumusan Keluaran (Output).
3.       Perubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam database DIPA dapatdilakukan:
a.       sebagaiakibatadanyaperubahanrumusan nomenklatur, perubahanstruktur organisasi, perubahan tugasdanfungsiorganisasi/unit organisasi, dan/atau adanya tambahan penugasan;
b.       sesuai dengan konsep logika berpikir; dan/atau
c.       dengan disertai perubahan komponen input untuk menghasilkan Keluaran (Output) dengan rumusan baru sepanjang tidakmengubahtotal anggaran per Satker.
4.       Tata caraperubahan Rumusan sasaran Kinerja dalam database DIPA diatur dengan ketentuansebagaiberikut:
a.       usulanperubahan rumusan Keluaran (Output) diajukan olehSekretaris Jenderal/SekretarisUtama/ Sekretaris/PejabatEselonI Kementerian/Lembaga kepada DirekturJenderalAnggaran;
b.       perubahan rumusan Keluaran (Output) dilakukan dengan menggunakan aplikasi Arsitektur dan Informasi Kinerja;
c.       dalam hal jumlah rumusan Keluaran (Output) dan komponen input-nya berubah, terhadap usul perubahan rumusan Keluaran (Output) dilakukan penelaahan oleh Direktorat Jenderal Anggaran;
d.       hasil perubahan rumusan Keluaran(Output) digunakansebagaidasaruntuk melakukan perubahandatabase DIPA; dan
e.       perubahan database DIPA menjadi dasar pengajuan revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Anggaran.
5.       Perubahanrumusan sasaran kinerja dalam database DIPA dapatdilakukan:
a.       sebagaiakibat adanya perubahan organisasi atau perubahanperumusan nomenklatur, antara lain perubahan nomenklatur Program, indikator kinerja program, kegiatan, indikator kinerja kegiatan, fungsi, perubahan tugasfungsi unit, dan/atau adanya tambahan penugasan; dan
b.       sepanjang tidakmengubahpaguanggarandantidakmengurangi volume Keluaran (Output) KegiatanPrioritas Nasional, Kegiatan prioritasbidang, dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan.
6.       Tata cara perubahan rumusan sasaran kinerja dalam database DIPA diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a.       usulan perubahan rumusan dan/atau perubahan jumlah sasaran kinerja selain rumusan Keluaran (Output) diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I Kementerian/ Lembaga kepada Direktur Jenderal Anggaran;
b.       perubahan rumusan dan jumlah rumusan sasaran kinerja selain rumusan Keluaran (Output) dapat ditetapkan sepanjang telah disepakati dalam pertemuan tiga pihak (trilateral meeting);
c.       hasil perubahanrumusan dan/atau perubahan jumlah rumusan sasaran kinerja selain rumusan Keluaran (Output) digunakan sebagai dasar untuk melakukan perubahan database DIPA; dan
d.       perubahan database RKA-KL DIPA menjadi dasar pengajuan revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Anggaran

E.    Pengertian dan Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Negara

Pengelolaan keuangan negara adalah segala bentuk kegiatan administrative yang dilakukan dalam bentuk beberapa tahapan yang meliputi perencanaan, penyimpanan, penggunaan, pencataan serta pengawasan yang kemudian diakhiri dengan pertanggungjawaban terhadap siklus keluar masuknya dana pada kurun waktu tertentu.
Produk hukum yang mendasari pengelolaan keuangan negara/daerah selengkapnya sebagai berikut:
1.       UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;
2.       UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3.       UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
4.       UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;
5.       UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
6.       PP No. 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;
7.       PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;
8.       PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
9.       PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

F.    Pengelolaan Piutang dan Utang Negara

1.    Pengelolaan Piutang

Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada Pemerintah Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN.
 Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada lembaga asing sesuai dengan yang tercantum/ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN. (3) Tata cara pemberian pinjaman atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.  
 Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara/daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang negara/daerah diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu. Piutang negara/daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.  
Piutang negara/daerah jenis tertentu mempunyai hak mendahulu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan  yang berlaku.  

2.    Pengelolaan Utang

UU No. 1 Tahun 2004
Pasal 38
(1) Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undangundang APBN
 (2) Utang/hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD.
(3) Biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada Anggaran Belanja Negara.
(4) Tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri serta penerusan utang atau hibah luar negeri kepada Pemerintah Daerah/BUMN/BUMD, diatur dengan peraturan pemerintah.  
Pasal  39 
(1) Gubernur/bupati/walikota dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD. (2) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah menyiapkan pelaksanaan pinjaman daerah sesuai dengan keputusan gubernur/bupati/walikota. (3) Biaya berkenaan dengan pinjaman dan hibah daerah dibebankan pada Anggaran Belanja Daerah. (4) Tata cara pelaksanaan dan penatausahaan utang negara/daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.   
Pasal  40 
(1) Hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.  
 (2) Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara/daerah sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara/daerah. 

G.   Pengelolaan Investasi dan Barang Negara

Pemerintah dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial  dan/atau manfaat lainnya. Investasi dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung dan diatur dengan peraturan pemerintah. Penyertaan modal pemerintah pusat pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Penyertaan modal pemerintah daerah pada perusahaan negara/daerah/swasta ditetapkan dengan peraturan daerah
Pengelolaan barang negara adalah pengelolaan semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Seperti pembelian, penjualan maupun hibah.

H.   Penatausahaan dan Pertanggungjawaban APBN

Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Negara/Daerah (BUN/BUD) menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. Aset yang dimaksud pada ayat ini adalah sumber daya, yang antara lain meliputi uang, tagihan, investasi, dan barang, yang dapat diukur dalam satuan uang, serta dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah dan diharapkan memberi manfaat ekonomi/sosial di masa depan. Ekuitas dana yang dimaksud pada ayat ini adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara nilai seluruh aset dan nilai seluruh kewajiban atau utang pemerintah.
Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung jawabnya.
Akuntansi dimaksud digunakan untuk menyusun laporan keuangan Pemerintah Pusat/Daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

Tiap-tiap kementerian negara/lembaga merupakan entitas pelaporan yang tidak hanya wajib menyelenggarakan akuntansi, tetapi juga wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar