Pengertian Retorika dan Artinya
Titik
tolak retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau
kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (misalnya memberikan informasi ata memberi motivasi). Berbicara adalah
salah satu kemampuan khusus pada manusia. Oleh karena itu pembicaraan itu setua
umur bangsa manusia. Bahasa dan pembicaraan itu muncul, ketika manusia
mengungkapkan dan menyampaikan pikirannya kepada manusia lain.
Retorika
berarti kesenian untuk berbicara baik (Kunst, gut zu reden atau Ars bene
dicendi), yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan keterampilan teknis
(ars, techne), Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara
baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian
berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang
jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato
secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan
yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat
dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Retorika modern adalah gabungan
yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan kesanggupan berbicara.
Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, retorika berarti pada tempat yang
tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapka
kata-kata yang tepat, benar dan mengesankan. Itu berarti orang harus dapat
berbicara jelas, singkat dan efektif. Jelas supaya mudah dimengerti; singkat
untuk menghemat waktu dan sebagai tanda kepintaran dan efektif karena apa
gunanya berbicara kalau tidak membawa efek? Dalam konteks ini sebuah pepatah
Cina mengatakan, "Orang yang menembak banyak, belum tentu seorang penembak
yang baik. Orang yang berbicara banyak tidak selalu berarti seorang yang pandai
bicara."
Keterampilan
dan kesanggupan untuk menguasai seni berbicara ini dapat dicapai dengan
mencontoh para retor yang terkenal (imitatio), dengan mempelajari dan
mempergunakan hukum-hukum retorika (doctrina) dan dengan melakukan latihan yang
teratur (exercitium). Dalam seni berbicara dituntut juga penguasaan bahan (res)
dan pengungkapan yang tepat melalui bahasa (verba).
Retorika,
Dialektika dan Elocutio
Ilmu
retorika mempunyai hubungan yang erat dengan dialektika yang sudah dikembangkan
sejak zaman Yunani kuno. Dialektika adalah metode untuk mencari kebenaran lewat
diskusi dan debat. Melalui dialektika, orang dapat mengenal dan menyelami suatu
masalah (intellectio), mengemukakan argurmentasi (inventio) dan menyusun jalan
pikiran secara logis (dispositio). Retorika mempunyai hubungan dengan
dialektika karena debat dan diskusi juga merupakan bagian dari ilmu retorika. Elocutio
berarti kelancaran berbicara. Dalam retorika kelancaran berbicara sangat
dituntut. Elocutio menjadi prasyarat kepandaian berbicara. Oleh karena itu
retorika juga berhubungan erat dengan elocutio.
Retorika
A.
Pengertian Retorika
Retorika
adalah teknik pemakaian bahasa seni, yang didasarkan pada suatu pengetahuan
yang tersusun baik. Dua aspek penting dalam retorika adalah; pengetahuan
mengenai bahasa dan penggunaan bahasa dengan baik.
Studi
tentang retorika mempengaruhi kebudayaan Eropa mulai jaman kuno hingga abad
XVII M. Pada abad XVII, retorika dianggap tidak penting lagi. Pada abad XX
kembali mengambil tempat lagi sebagai cara untuk menyajikan berbagai macam
bidang pengetahuan dalam bahasa yang baik dan efektif.
Retorika
menitiberatkan pada seni oratori atau teknik berpidato. Beberapa pengertian
retorika modern:
Tujuan
retorika untuk menerangkan kaidah-kaidah yang menjadi landasan dari tulisan
yang bersifat prosa atau wacana lisan yang berbentuk pidato atau ceramah,untuk
mempengaruhi sikap dan perasaan orang.
Prinsip-prinsip
mengenai komposisi pidato yang persuasif dan efektif, maupun ketrampilan yang
harus dimiliki seorang orator.
Prinsip-prinsip
mengenai komposisi prosa pada umumnya, baik yang dimaksudkan untuk penyajian
lisan maupun untuk penyajian tertulis, entah yang bersifat fiktif atau yang
bersifat ilmiah.
Kumpulan
ajaran teoritis mengenai seni komposisi verbal, baik prosa maupun puisi,
beserta upaya-upaya yang digunakan dalam kedua jenis komposisi verbal tersebut.
B.
Jaman Yunani
Retorika
mula-mula tumbuh dan berkembang di Yunani pada abad V dan IV sebelum Masehi.
Pengertian
asli retorika adalah sebuah telaah atau studi simpatik tentang oratoria.
Orang
yang pertama-tama dianggap memperkenalkan oratori adalah orang Yunani Sicilia,
tetapi tokoh pendiri sebenarnya adalah Corax dari Sirakusa (500 SM) yang
meletakkan sistematika oratori atas lima bagian, yaitu:
Poem
atau pengantar dari pidato yang akan disampaikan.
Diegesis
atau Narratio: bagian yang mengandung uraian tentang pokok persoalan yang akan
disampaikan.
Agon
atau argumen; bagian pidato yang mengemukakan bukti-bukti mengenai pokok
persoalan yang dikemukakan tersebut.
Parekbaksis
atau Digressio; catatan pelengkap yang mengemukakan keterangan-keterangan
lainnya yang dianggap perlu untuk menjelaskan persoalan tadi.
Peroratio;
bagian penutup pidato yang mengemukakan kesimpulan dan saran-saran.
Terdapat
tiga kontroversi tentang retorika yaitu: (1) menyangkut persoalan pemakaian
unsur stilistika, (2) masalah hubungan antar retorika dan moral, dan (3)
masalah pendidikan.
Kontroversi
pertama: terdapat tiga aliran, yaitu: menyetujui penggunaan unsur-unsur
stilistika, yang menolak, berada di luar kedua aliran pertama.
Gorgias
dan Leontini, mula-mula memperkenalkan retorika pada orang Athena (42 SM) yang
berpendapat perlu menggunakan upaya-upaya stilistika dalam retorika seperti:
epitet-epitet penuh hiasan, antitese-antitese, terminasi (akhir kata) penuh
ritme dan bersajak yang terdapat pada pidato maupun narasi historis Thucydides
dan argumentasi sandiwara dari Euripides. Pemakaian unsur stilistika yang
berlebihan tersebut dianggap berlebihan oleh Lysias yang menyukai gaya simple.
Kemudian kedua teori tersebut dimentahkan oleh Demosthenes.
Kontroversi
kedua menyangkut masalah retorika dan moral; Gorgias mengemukanan bahwa dalam
berpidato, seorang orator harus bermoral, karenanya retorika dianggap tiadak
perlu/mubazir.
Kontroversi
ketiga: terdapat pada bidang pendidikan. Retorika memicu para ahli retorika
untuk memasukkan kurikulum yang berbeda dalam materi tersebut.
Isocrates
(perimasukkan pertengahan abad IV): aspek-aspek politik dapat dimasukkan dalam
retorika.
Gorgias:
membicarakan masalah etika dan politik
Phaeradus:
membicarakan etika dan mistik.
Sokrates:
memaklumkan retorika sebagai seni dangkal yang mengambil bagian dalam ilmu
fillsafat
Aristoteles:
Logika formal merupakan dasar yang tepat bagi pidato yang jujur dan efektif baik dalam dewan legislatif
maupun pengadilan. Kemudian dalam buku Rhetorica, aristoteles membedakan tiga
jenis pidato:
a. Pidato yudisial (legal/forensik), mengenai
perkara di pengadilan yang menyangkut apa yang terjadi dan tidak pernah
terjadi.
b. PidatoPidato deliberatif (politik/suasoria),
berisi nasihat yang disampaiakn penasihat mengenai hal yang patut dan tidak
patut dilakukan.
c. Pidato epideiktik (demonstratif), untuk
pementasan dan upacara-upacara ibadah
berisi tentang kecaman dan pujian yang terjadi sekarang.
C.
Jaman Romawi (300 sebelum Masehi -130 Masehi)
Retorika
pada Jaman ini dibawa dan diajarkan oleh seorang budak Yunani Livius Andronicus
(284-204 SM). Ahli-ahli retorika yang
terkenal pada jaman Romawi adalah: Appius Claudius Caecus (300 SM), Cato de
Censoris, Ser. Sulpicius Galba, Caius Grechus, Marcus Antonius, dan Lucius
Licinius Crassus.
Dua
orang guru retorika Romawi yang terkenal adalah Cicero dan Quintilianus. M. Tullius Cicero menghasilkan tiga karya: De
oratore (prinsip-prinsip oratori terbagi tiga: a. studi yang diperlukan orator;
b. penggarapan topic pidato; c. bentuk penyajian sebuah pidato), Brutus dan
Orator.
Karya
terakhir yang terkenal pada jaman ini adalah: Institutio Oratoria kaeya Fabius Quintilianus.
D.
Metode Retorika Klasik
Ada
beberapa pokok masalah retorika, antara lain: (1) seni retorika, (2) masalah
pidato, (3) situasi yang menimbulkan pidato.
Seni
retorika. Terdapat lima langkah pembagian:
- Inventio/Heuresis: penemuan atau penelitian
materi-materi yang mencangkup: menemukan, mengumpulkan, menganalisa, memilih
materi yang cocok untuk berpidato. Menurut Aristoteles argumen-argumen harus
dicari melalui rasio, moral dan afeksi.
– Dispositio/Taxis/Oikonomia: penyusunan dan
pengurutan materi (argumen) dalam sebuah pidato.
– Elocutio atau Lexis: pengungkapan atau
penyajian gagasan dalam bahasa yang sesuai. Ada tiga hal yang menjadi dasar
elucutio: komposisi, kejelasan, langgam bahasa dari pidato; kerapian,
kemurnian, ketajaman dan kesopanan dalam bahasa; kemegahan, hiasan pikiran
dengan upaya retorika.
– Memoria/mneme: menghafalkan pidato, yaitu
latihan untuk mengingat gagasan-gagasan dalam pidato yang sudah disusun.
– Actio/Hypokrisis: menyajikan pidato.
Penyajian yang efektif dari sebuah pidatoakan ditentukan juga oleh suara, sikap
dan gerak-gerik.
b. Masalah pidato. Aristoteles, Cicero dan
Quintilianus membagi pidato atas lima bagian:
– Poem/exordium: bagian
pembukaan/introduksi (jelas,sopan, singkat)
– Narratio/dicgesis: pernyataan mengenai
kasus yang dibicarakan. Mengandung pernyataan mengenai fakta-fakta awal yang
jelas, dipercaya, singkat dan menyenangkan.
– Agon/Argumen: menyajikan fakta-fakta
atau bukti untuk membuktikan masalah atau kasus yang sedang dibicarakan.
– Refutatio/Lysis: bagian yang menolak
fakta-fakta yang berlawanan. Pembicara menunjukkan bahwa keberatan-keberatan
yang bersifat absurd,palsu/ tidak konsisten.
– Peroratio/epilogos: kesimpulan atau
suatu rekapitulasi dari apa yang telah dikemukakan dengan suatu appeal
emosional pada pendengar.
c. Situasi yang menimbulkan pidato
Merupakan
semua faktor luar yang dapat mempengaruhi penyusunan pidato, cara membawakan
pidato, untuk mencapai hasil yang optimal. Situasi juga mencangkup psikologi
pendengar, tujuan pidato, sifat umum dan khusus pidato.
Metode
Pendidikan Retorika meliputi: imitasi dan deklamasi
Imitasi
Merupakan cara untuk melatih membawakan pidato-pidato dengan meniru cara-cara
yang biasa digunakan orator-orator klasik. Karya terkenal pada masa itu adalah
Progymnasmata (Hermogenes (c. 150 AD) dari Tarsus, dan buku Antonius (c.400
AD), seorang murid Libanius dari Antiokia.
Deklamasi
Merupakan metode untuk menemukan suatu pokok persoalan yang dipergunakan dalam
latihan akademis.
Dasar
Latihan, merupakan teknik melatih diri untuk mencapai inti persoalan atau hal
aktual yang sedang dihadapi.
E.
Abad Pertengahan (V-XV)
Pada
jaman Romawi, para kaisar memberi subsidi kepada sekolah-sekolah yang
memasukkan retorika dalam silabus pendidikan. Sehingga ahli retorika yang
dihasilkan bisa menjadi imam agung pada upacara resmi. Tapi tiga abad
berikutnya pidato hanya dilakukan untuk peniruan masa lampau dengan metode
imitasi dan deklamasi.
Retorika
pada abad pertengahan digolongkan dalam tujuh kesenian liberal. Retorika,
tatabahasa dan logika (dialektika) membentuk satu trivium (tiga serangkai).
Bukubuku pegangan Abad pertengahan mengenai retorika mengikuti prinsip-prinsip
klasik dengan membedakan tiga gaya tulisan: kuat, sedang dan lemah. Atau
tinggi,menengah, rendah. Gaya tinggi bukan hanya menyangkut hiasan tetapi juga
penggunaan figuratau warna retorika yang paling sulit dan tinggi martabatnya.
Terdapat
enam langkah pidato (dispositio) pada abad pertengahan: (a) Exordium: sebuah
pembukaan yang jelas, sopan tapi singkat, (b) Narratio: sebuah pernyataan dari
fakta awal yang jelas, dipercaya, singkat dan menyenangkan. (c) Propositio:
penyajian kasus, jika yang disajikan berbentuk isu disebut partitio, (d)
Confirmatio: penyajian argumen. (e) Refutatio: penolakan atas
keberatan-keberatan, bahwa keberatan itu tidak bersifat absud, palsu atau tidak
konsisten, dan (f) peroratio: ringkasan, yaitu rangkuman dengan suatu appeal
emosional.
F.
Jaman Renaisance (XV-XVIII)
Pada
jaman renaisance, tulisan-tulisan mannerisme menimbulkan reaksi keras yang
merupakan wujud kembalinya retorika klasik yang bersifat imitatif. Pada abad XV
dan XVI, buku-buku pegangan melanjutkan retorika sebagai seni untuk menyajikan
dan menyiapkan langkah klasik mulai dari inventio, melalui dispositio,
elocutio, dan memoria, berakhir pada actio. Tokoh yang terkenal adalah
Petrarchus yang mempopulerkan metode imitasi.
Kedatangan
sarjana-sarjana Byzantium ke Italia pada abad XV, menyebabkan sistematisasi
teknik imitasi menyebar ke Barat. Kelahiran kembali (renaisance) retorika
klasik tersebut ditandai dengan kelahiran retorika humanis.
Retorika
humanis menghasilkan kamus, buku pegangan mengenai ungkapan dan eksempla
(adages = peribahasa, anekdote, materi ilustratif) dalam bahasa Latin, dan
prosedur-prosedur untuk menghafal. Sehingga aliran humanis menjadi aliran lebih
baik dari Graeco-Roman dan Byzantium.
Sajak
humaniora berupa sanjak-sanjak klasik, filsuf, ahli sejarah, ahli pidato, yang
berbicara mengenai hidup dan nilai kemanusiaan., dipelajari dengan semangat
yang tak terbatas karena orang-orang sudah merasa capai dengan skolastisisme
dan teologi yang sudah merosot.
Humanis
adalah kelompok maju yang melihat kebudayaan klasik, dengan kebijaksanaan
moralnya, rasionalitas yang kritis, dan seni yang agung, sebagai tingkat yang
paling tinggi dicapai manusia.
Sejak
tahun 1550, aliran humanisme memiliki suatu pegangan yang kuat dalam
pendidikan. Pada akhir abad Xvseorang humanis Belanda bernama Rodolphus
Agricola mengingatkan bahwa penulis-penulis harus mengembangkan subyek
penelitian mereka yang bertalian dengan genus, species, sebab, akibat,
persamaan, dan pertentangan.
G.
Kemunduran Retorika (XVIII-XX)
Aliran
Ramisme menandai keruntuhan seni retorika klasik, karena dianggap berlebihan
dan bukan hanya berdasar atas style saja. Aliran positivisme logis menarik perhatian orang akan pentingnya
mempelajari cara-cara mempergunakan bahasa dengan baik dan efektif.
Karya
I.A. Richards yaitu philosophy of Rethoric (1941) menandaskan diperlukan adanya
seni baru bagi wacana. Sehingga diperlukan usaha untuk menggaungkan retorika
klasik yang saat ini sedang diusahakan oleh sekolah-sekolah dan
universitas-universitas di Amerika Serikat.
H.
Retorika Modern
Retorika
modern harusnya disampaikan secara efektif dan efisien dan lebih ditekankan
kepada berbahasa secara tertulis, dengan tidak mengabaikan kemampuan secara
lisan.
Berbahasa
secara efektif diarahkan kepada hasil
yang akan dicapai penulis dan pembaca,
bahwa amanat yang yang ingin disampaikan dapat diterima dan utuh. Sedangkan
secara efisien dimaksudkan bahwa alat atau cara yang dipergunakan untuk
menyampaikan suatu amanat dapat membawa hasil yang besar, sehingga penulis dan
pembicara tidak perlu mengulang dan berlebihan dalam penyampaian. Sehinnga
retorika modern lebih mengedepankan bahasa tertulis tanpa mengesampingkan
bahasa lisan.
Prinsip-prinsip
dasar retorika modern/ retorika komposisi:
Penguasaan
secara aktif sejumlah besar kosa kata bahasa yang dikuasainya. Semakin besar
jumlah kosa kata yang dikuasai secara aktif, semakin mampu memilih kata-kata
yang tepat untuk menyampaikan pikiran.
Penguasaan
secara aktif kaidah-kaidah ketatabahasaan yang memungkinkan penulis
mempergunakan bermacam-macam bentuk kata dengan nuansa dan konotasi yang
berbeda-beda. Kaidah-kaidah ini meliputi bidang fonologi, morfologi, dan
sintaksis.
Mengenal
dan menguasai bermacam-macam gaya bahasa, dan mampu menciptakan gaya yang hidup
dan baru untuk lebih memudahkan penyampaian pikiran penulis.
Memiliki
kemampuan penalaran yang baik, sehingga pikiran penulis dapat disajikan dalam
suatu urutan yang teratur dan logis.
Mengenal
ketentuan-ketentuan teknis penyusunan komposisi tertulis, sehingga mudah dibaca
dan dipahami, disamping bentuknya dapat menarik pembaca. Ketentuan teknis
disini dimaksudkan dengan: masalah pengetikan/ pencetakan, cara penyusunan
bibliografi, cara mengutip, dan sebagainya.
Dengan
demikian pencorakan komposisi dalam retorika modern akan meliputi bentuk
karangan yang disebut: eksposisi, argumentasi, deskripsi, dan narasi.
Eksposisi
adalah suatu bentuk retorika yang tujuannya adalah memperluas pengetahuan
pembaca, agar pembaca tahu mengenai apa yang diuraikan.
Argumentasi
merupakan teknik untuk berusaha mengubah dan mempengaruhi sikap pembaca.
Deskripsi
menggambarkan obyek uraian sedemikian rupa sehingga barang atau hal tersebut
seolah-olah berada di depan mata pembaca.
Narasi
merupakan teknik retorika untuk mengisahkan kejadian –kejadian yang ingin
disampaikan penulis sedemikian rupa, sehingga pembaca merasakan seolah-olah ia
sendiri yang mengalami peristiwa tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar